Jakarta.bipol.co – Istilah unicorn seringkali didengar ketika membicarakan perusahaan rintisan (startup), apalagi pemerintah gencar mendorong agar Indonesia memiliki banyak startup bertitel unicorn. Unicorn dalam dunia startup tidak ada hubungannya dengan kuda putih bertanduk, walaupun istilah tersebut memang diambil dari makhluk yang sering muncul di legenda barat tersebut.
Unicorn dipakai untuk menyebut perusahaan rintisan yang memiliki nilai valuasi 1 miliar dolar ke atas. Indonesia saat ini memiliki empat unicorn, yaitu GOJEK, Bukalapak, Tokopedia dan Traveloka. Laman International Business Times menuliskan istilah “unicorn” pertama kali mengemuka dari seorang investor asal Amerika Serikat yang mendirikan Cowboy Ventures, Aileen Lee, yang awalnya tertarik untuk berinvestasi di salah satu perusahaan yang masuk golongan tersebut.
Dia meriset pada 2013 dan menemukan 0,07 persen dari perusahaan yang mendapatkan dana dari ventura memiliki valuasi di atas 1 miliar dolar. Dia ingin membagikan temuannya ini, namun dia perlu menemukan istilah yang tepat untuk perusahaan yang memiliki nilai valuasi tersebut. “Saya mencoba mencari kata yang mudah digunakan,” kata Lee.
Dia sempat mencoba kata-kata lain seperti “home run” dan “megahit” hingga akhirnya terpikat pada “unicorn”. Dia berargumen jarang ada perusahaan rintisan yang mencapai nilai valuasi sebesar itu, meski pun setiap tahun selalu ada startup yang muncul. Filosofi tersebut sesuai dengan kuda unicorn, yang dijadikan simbol untuk mengungkapkan sesuatu yang langka.
Unicorn kini bukan satu-satunya istilah untuk menunjukkan golongan sebuah perusahaan rintisan, kini juga dikenal “decacorn” dan “hectocorn”. Decacorn digunakan untuk menyebut perusahaan rintisan yang memiliki nilai valuasi 10 miliar dolar, sementara hectocorn sebesar 100 miliar dolar. Startup Indonesia saat ini baru sampai pada tahap unicorn, namun Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pada Desember lalu meyakini akan ada decacorn di Indonesia pada 2019 ini. (Deden .GP)