JAKARTA.bipol.co – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, saat ini warganya memiliki ketergantungan pemenuhan air bersih sekitar 94% dari Waduk Jatiluhur dan PDAM Tirta Kerta Raharja (TKR) Kabupaten Tangerang. Dari jumlah itu, Waduk Jatiluhur memasok sebesar 81%, sedangkan sumbernya berasal dari Sungai Citarum. “Dengan semakin tercemarnya sungai ini, maka biaya pengelolaan air baku bagi kami di Jakarta semakin tinggi,” ucap gubernur saat berbicara dalam Seminar Nasional ‘Membedah Citarum dari Hulu Sampai ke Jakarta’ di Ruang Auditorium Gedung Tower Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Jakarta Pusat, Senin (18/2/2019).
Anies menyebut, agar penyediaan air untuk warganya tetap aman, diperlukan pembenahan dan pengawasan intensif pada aliran sungai yang memiliki panjang 300 km itu. “Agar ketersediaan airnya aman, maka jangan sampai ada gangguan dalam perjalanannya dari hulu sampai hilir. Kalau terganggu, maka warga di Jakarta akan kesulitan air bersih,” jelas Anies.
Dirinya juga mengingatkan, bahwa revitalisasi sungai tidak cukup hanya dengan foto yang ditampilkan di media sosial. Perlu ada kajian kandungan air serta limbah pada sungai tersebut. “Sungai dianggap bersih atau tidak itu bukan saat difoto di Instagram. Jangan hanya menunjukkan foto sungai sebagai indikator,” tukasnya.
Bupati Bandung H. Dadang M. Naser turut hadir dalam seminar tersebut. Ia mengatakan, dalam mengembalikan fungsi Citarum, pihaknya telah berupaya dengan merevitalisasi lahan kritis di hulu. Akan tetapi lahan-lahan di hulu merupakan kewenangan dari PT. Perhutani, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. “Saya memohon bantuan kepada PTPN VIII, untuk kembali menanam kina. Namun tanaman ini harus menjadi milik rakyat, nantinya PTPN menampung hasilnya untuk diolah,” ucap Bupati Dadang Naser.
Selain kina, di kemiringan 30 derajat juga ditanami kopi. “Kabupaten Bandung kini dikenal sebagai penghasil kopi terbesar di Jawa Barat. Hal Ini menunjukkan sudah ada pergerakan di hulu dengan pola agroforestry (perpaduan kegiatan pengelolaan hutan dengan penanaman komoditas jangka pendek),” tambah Dadang Naser. Mengenai pencemaran limbah industri, pendekatan bersama TNI/POLRI terus dilakukan. Dengan konsep pendekatan teknologi, pembuatan embung-embung dan pelurusan sungai, serta perbaikan teknologi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
“Namun yang paling berat adalah pendekatan sosial. Masyarakat masih buang limbah sembarangan, saling tuding dengan pihak industri,” ujarnya pula. Oleh karena itu, tambah dia, diperlukan kebersamaan untuk mengembalikan fungsi Citarum, dengan payung hukum Peraturan Presiden nomor 15 tahun 2018. “Tentu akan kami dukung dengan peraturan daerah dan peraturan bupati. Mari kita bersama-sama secara komprehensif dan tidak ego sektoral, untuk mengembalikan fungsi Citarum,” pungkas Dadang. (Deden .GP)