BANDUNG,bipol.co – Keberadaan Juru Bicara (Jubir) pemenangan di kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, seakan menjadi bumbu penyedap Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Namun, seberapa besar pengaruh para jubir tersebut bisa meyakinkan pemilih dan meningkatkan elektabilitas kandidatnya.
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (STISIP) Syamsul Ulum Gunungpuyuh Sukabumi, Benny Mustari mengatakan, kehadiran tim sukses (timses) atau juru bicara di Pilpres, Pileg atau Pilkada memang sangat menentukan.
“Tetapi ini pun harus kita lihat, apakah sekedar pencitraan atau faktual,” katanya kepada bipol.co, Rabu (20/02/2019).
Menurutnya, sekarang yang hars dikedepankan dalam proses demokratisasi bukan pencitraan lagi, tetapi fakta-fakta kinerja. Karena tuntutan masyarakat ukurannya laporan akuntabilitas kinerja.
“Rezim akan menggunakan uang negara yang juga uang rakyat dan harus dipertanggungjawabkan ke publik,” kata Benny.
Kondisi saat ini, Benny melihat, beberapa juru bicara terlalu mengedepankan emosional yang justru membuat masyarakat menjadi tidak simpatik. Siapapun jubirnya dari kubu A atau kubu B.
“Masyarakat harapannya jangan dibohongi dan betul-betul mendapatkan pimpinan yang mengayomi. Masyarakat sekarang sudah jenuh, tingkat pendidikan sudah meningkat dan semakin objektif. Bahkan money politic dikesampingkan, masyarakat sudah pintar memilih dan tidak bisa dibohongi,” ucapnya.
Dirinya menilai, peran jubir sangat menentukan ketika menyampaikan fakta-fakta memperkuat justifikasi statemen pimpinan atau calon yang akan maju melalui program yang sifatnya nyata.
“Seperti yang disampaikan rezim sekarang sah-sah saja. Betul pembangunan lima tahun, tetapi tidak bisa memungkiri calon B yang belum pernah menduduki jabatan, tapi punya sisi konsep yang telah diuji tim nya dan tentu tidak bisa dikesampingkan,” ujar Benny.
Boleh saja infrastruktur jor-joran, tapi harus juga diimbangi dengan pembangunan sumber daya manusia. Artinya, jelas Benny, pembangunan infrastruktur harus seimbang dengan SDM. Karena kalau masyarakat tidak ada perubahan mentalitas, juga tidak bisa memanfaatkan infrastruktur yang ada.
“Disini tugasnya timses atau jubir, bagi yang sedang berkuasa tidak terlalu jor-joran mempublish pembangunan fisik. Review kembali pembangunan non fisik,” katanya.
“Pencitraan itu tidak bagus juga. Karena hal yang tidak bags menjadi bagus. Coba sekarang kita berangkat dari kelemahan kondisi yang ada. Kalau mau maju itu harus mau dikritik selama konstruktif,” sambungnya.
Ditegaskan Benny, timses atau jubir lebih kedepankan fakta-fakta. Karena yang wajar itu gimana, kalau istilahnya membohongi publik tidak wajar bahkan kurang ajar.
“Kalau mau mencerdaskan kehidupan bangsa, harus punya rasa tanggungjawab. Mulai kedepankan cara berfikir objektif dan sifatnya edukatif,” pungkasnya.[Herry Febriyanto]