SUKABUMI,bipol.co – Pengamat Kebijakan Publik Asep Deni menilai, jika RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) sampai disahkan akan menjadi masalah besar yang pada akhirnya muncul penolakan masyarakat Indonesia karena bisa merusak moral bangsa.
“Yang dibutuhkan kedepan ini, dimana sebuah undang-undang lebih tepat dibangun untuk rancangan undang-undang ketahanan keluarga. Sedangkan dalam salah satu pasal RUU PKS disebutkan, tidak boleh ada kekerasan pada hasrat seksual baik itu ke sesama jenis yang sangat melanggar ajaran agama Islam,” tandas Asep usai ikut membubuhkan tanda tangan penolakan RUU PKS yang digelar Aliansi Rakyat Sukabumi Raya di Lapang Merdeka, Kota Sukabumi, Minggu (24/02/2019).
Menurutnya, ketika membangun atau mengusulkan sebuah rancangan undang-undang harus memenuhi berbagai persyaratan. Salah satunya kajian akademik yang meliputi, landasan stori, filosofi, yuridis yang tidak terpisahkan termasuk landasan sosiologis.
“Hasil kajian dengan teman-teman terkait RUU PKS ini, ada adopsi dari gerakan mereka yang ada di negara-negara maju yang selama ini perlindungan khusus tanpa memperhatikan nilai-nilai agama, kearifan lokal, dan sosial budaya,” jelas Asep Deni.
Seharusnya, kata Asep, ada hal yang lebih penting dan krusial yaitu mengusulkan undang-undang tentang kejahatan perilaku seksual. Memang nampak sekilas judul undang-undang sangat menarik, penghapusan kekerasan seksual sangat seksi. Namun yang paling penting bukan judulnya tapi kontennya.
Dirinya berharap, bukan hanya daerah Sukabumi yang menyuarakan penolakan tersebut, akan tetapi seluruh Indonesia.
“Aksi didaerah ini selanjutnya harus disampaikan ke semua pihak, dan di dokumentasikan untuk di muat baik di berita maupun media sosial. Terutama harus di sampaikan ke komisi VIII (8) untuk dibahas lebih lanjut, dan tidak semua masyarakat mendukung RUUPKS,” tukas Asep Deni.[Firdaus]