GARUT, bipol.co – Sejumlah orangtua siswa sekolah dasar (SD) negeri di Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengeluhkan harga jual buku yang mencapai hampir satu juta rupiah yang dianggap tidak wajar dan terlalu membebani.
“Harga buku sekarang untuk anak hampir Rp1 juta, ya cukup membebani, apalagi anaknya yang dua atau tiga,” kata Irman, orangtua dari siswa SD Negeri Sukagalih V Kecamatan Tarogong Kidul, Garut, Kamis (25/7).
Ia menuturkan, buku yang harus dibelinya itu untuk kebutuhan selama setahun, namun karena keterbatasan dana hanya mampu membeli beberapa buku yang dibutuhkan saat ini seharga Rp300 ribu.
Ia menyampaikan, pembelian buku ajar tersebut memang tidak diwajibkan oleh guru, namun karena semua bahan pelajaran ada dalam buku tersebut akhirnya siswa harus membelinya.
“Tidak nyuruh, tapi kalau tidak punya buku, ya begitu, kasihan ke anaknya, karena semua soal pelajaran ada di buku,” kata Irman.
Ia berharap, sekolah tidak membebankan siswa untuk membeli buku yang seolah-olah wajib dibeli, tetapi dapat disediakan langsung oleh sekolah yang dialokasikan anggarannya dari pemerintah.
Menurut dia, pemerintah sebaiknya menyediakan buku bagi siswa, kemudian dirawat secara baik agar buku tersebut dapat digunakan kembali oleh siswa tahun ajaran berikutnya.
“Harusnya pemerintah menyediakan, terus bukunya dirawat, artinya jangan mengerjakan di buku paket, jadi buku siswa bisa dihibahkan ke adik kelasnya,” katanya.
Orangtua siswa lain dari SD Negeri 1 Samarang, Sri, mengeluhkan sama pembelian buku bahan ajar siswa SD terlalu mahal, harganya lebih daripada setengah juta rupiah.
Menurut dia, buku dari penerbit Erlangga memang mahal hingga untuk membelinya harus mengumpulkan uang dulu agar buku yang dibutuhkan anak terbeli semuanya.
“Belum beli, karena belum ada uangnya, nunggu gajian dulu,” katanya.
Ia berharap, pembelian buku tersebut tidak seharusnya dibebankan semuanya kepada siswa, pihak sekolah khususnya pemerintah dapat menyediakan buku yang dibutuhkan siswa untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.
“Ya inginnya sekolah menyediakan buku di perpustakaan, jangan dibebankan kepada orangtua siswa, karena di sekolah lain juga siswanya tidak harus beli buku,” katanya.
Orangtua siswa lainnya, Ayu, mengeluhkan harga buku yang dihitung semuanya lebih dari Rp600 ribu, buku yang disarankan guru itu seolah-olah menjadi kewajiban untuk dibeli agar belajarnya menggunakan buku yang sama.
Ia menjelaskan, buku tersebut dibeli bukan dari guru langsung, tetapi mendapat rekomendasi tandatangan dari guru bersangkutan untuk membeli langsung bukunya di tempat yang sudah ditentukan oleh guru.
“Bukunya tidak beli ke guru, tapi disuruh beli di luar, di koperasi masih sekitar sekolah di Samarang,” katanya.
Menurut dia, harga jual buku yang cukup mahal itu telah membebani para orangtua, karena tidak semuanya orangtua siswa memiliki kemampuan ekonomi yang cukup.
Ia berharap, pemerintah melalui sekolah menyediakan buku yang dibutuhkan para siswa tersebut agar tidak terlalu membebani ekonomi orang tua siswa.
“Karena mau tidak mau namanya anak, temannya beli buku semua pasti harus beli, sementara kalau difotokopi itu ‘kan tidak boleh, melanggar hak cipta,” katanya.
Sementara itu, penjualan buku di SD Negeri 1 Samarang dilakukan di luar sekolah di sebuah ruangan bekas kantor koperasi sekolah.
Sejumlah orangtua siswa tampak berkerumun antre bahkan seringkali harus rebutan untuk membeli buku tersebut untuk selanjutnya diberikan kepada anaknya.
Namun ada juga orangtua siswa yang memohon kepada penjual untuk berutang karena uangnya belum ada, bahkan ada juga yang meminta dicicil dengan batas waktu yang sudah disepakati dengan pedagang. (ant)
Editor: Hariyawan