JAKARTA, bipol.co – Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Bayu Dwi Anggono mengatakan jabatan pimpinan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hendaknya diisi oleh figur politisi negarawan, mengingat fungsi lembaga tinggi negara tersebut sebagai representasi dari keterwakilan politik dan utusan daerah.
“Ketua MPR harus bisa tampil ke depan untuk mengingatkan pentingnya persatuan bangsa di atas agenda-agenda politik,” kata Bayu, dalam diskusi media bertajuk “Negosiasi Kursi Ketua MPR yang Merusak Sistem Presidensial”, di Jakarta, Selasa.
Bayu mengatakan dalam menentukan kualitas ketua MPR yang akan mengisi jabatan periode berikutnya, perlu dilihat secara utuh keberadaan MPR di parlemen.
MPR meskipun sebagai parlemen punya ciri khas yang otentik, yakni mempresentasikan keterwakilan politik dan utusan-utusan daerah yang disebut DPD.
Walau MPR tidak boleh terlalu berpolitik seperti DPR dan DPD, tetapi MPR memiliki fungsi-fungsi memperkokoh, memelihara keutuhan nasional, menegakkan etika berbangsa, menegakkan demokrasi konstitusional.
“Karena MPR lembaga yang mengubah dan menetapkan undang-undang dasar, maka MPR juga punya fungsi ideologi, membangun kerukunan tadi,” kata Bayu.
Menurutnya harus dihindari jabatan ketua MPR diisi oleh politisi yang memiliki ambisi pada Pemilu 2024, apalagi sejak awal telah mendeklarasikan diri akan maju sebagai presiden 2024.
“Kalau yang jadi ketua MPR adalah elite yang punya ambisi 2024 pasti seluruh program, kewenangan MPR akan diarahkan untuk kepentingan dirinya, pencitraan dirinya yang berlebihan agar publik tahu bahwa dirinya akan maju di 2024,” kata Bayu.
Bayu mengatakan sebagai representasi politik dan keterwakilan daerah ketua MPR punya fungsi menegakkan konstitusi, nasional, kerukunan ideologi, oleh karena itu harus diiisi oleh figur-figur yang berkelas negarawan seperti di MK.
“Ketua MPR harus bisa menjembatani berbagai kepentingan elite politik,” kata Bayu.
Diskusi media bertajuk “Negosiasi Kursi Ketua MPR yang Merusak Sistem Presidensial” dihadiri sejumlah pembicara yakni Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Feri Amsari, Kordiv Korupsi Politik ICW, Donal Fariz, Hurriyah dari Puskapol Universitas Indonesia dan Bivitri Susanti dari STHI Jantera. (ant)**
Editor: Ude D Gunadi