“Ini bukan hanya kemauan BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila), tetapi sudah menjadi kemauan politik di DPR dan MPR,” katanya, di Jakarta, Senin malam (18/11)
Hal tersebut disampaikannya saat Pembekalan Materi Pendidikan dan Pelatihan Pembinaan Ideologi Pancasila Bagi Penceramah, Pengajar, dan Pemerhati yang digelar di BPIP, di Hotel Borobudur, Jakarta.
Jadi, kata Basarah, nomenklaturnya harus secara tegas sebagai Pendidikan Pancasila yang secara substansi memuat kearifan lokal para pendiri bangsa saat mendirikan republik ini.
“Pancasila sebagai titik temu, sebagai kalimat yang pertemukan semua agama, semua suku, golongan. Mereka semua ketemu dalam bingkai Pancasila, bingkai NKRI yang ber-Bhineka Tunggal Ika,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, materi pelajaran Pancasila juga harus memuat sejarah yang sebenarnya ketika pendiri bangsa menyepakati Pancasila, menunjukkan kearifan mereka.
“Menunjukkan bahwa betapa alim ulama pendiri bangsa kita, bukan hanya mencintai islam sebagai agamanya, tetapi juga mencintai bangsa Indonesia. Begitu juga, kaum nasionalis lainnya yang mencintai agamanya dan negaranya dengan hormati pemeluk agama lain,” katanya.
Basarah mengingatkan kearifan para pendiri bangsa perlu dinarasikan dalam dokumen-dokumen akademis yang diajarkan mulai pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai perguruan tinggi.
“Tentu dengan model masing-masing juga, PAUD, SD, SMP, SMA, sampai PT. Dengan variasi dan model yang beda-beda. Sesuai tingkatan studi sekolahnya,” katanya. (ant)