JAKARTA, bipol.co – Seminggu berlalu sejak Presiden Joko Widodo memperkenalkan tujuh orang Staf Khusus (Stafsus) milenial kepada masyarakat pada Kamis (21/11), masyarakat mulai mengenali wajah-wajah mereka.
Dua orang stafsus milenial, yaitu Putri Indahsari Tanjung dan Andi Taufan Garuda Putra diajak Presiden Jokowi dalam kunjungan kerjanya ke Subang, Jawa Barat pada Jumat (29/11).
Presiden ingin kedua stafsus milenialnya ini bisa memberikan sentuhan fintech kepada para pelaku usaha mikro dengan menunjukkan nasabah program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) PT Permodalan Nasional Madani (Persero).
Setelah diajak ke lapangan dan melihat langsung pelaku usaha mikro, keduanya diharapkan bisa memberikan sentuhan untuk meningkatkan daya saing pelaku usaha mikro.
Andi Taufan Garuda Putra (32) tahun memang adalah CEO Amartha MicroFintech, perusahaan keuangan rintisan yang menghubungkan pemodal dengan pengusaha mikro pedesaan. Sedangkan Putri (23) adalah CEO Creativepreneur dan Chief Bussiness Officer Kreafi yang bergerak di bidang “event organizer”.
Lima orang stafsus lain juga punya jejak karir di bidang yang dekat dengan dunia anak muda.
Adamas Belva Syah Devara (29) adalah CEO Ruangguru, satu perusahaan rintisan yang berfokus pada layanan berbasis pendidikan; Ayu Kartika Dewi (36) merupakan pendiri dan mentor lembaga Sabang Merauke, suatu program pertukaran pelajar antardaerah di Indonesia yang bertujuan untuk menumbuhkan semangat toleransi.
Gracia Billy Mambrasar (31) selaku CEO Kitong Bisa suatu lembaga pendidikan yang memberdayakan pemuda di Papua; Angkie Yudistia (32) pendiri Thisable Enterprise, lembaga yang bertujuan memeberdayakan para disabilitas di dunia kerja sedangkan Aminuddin Maruf (33) mantan santri yang pernah menjadi Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) periode 2014-2016.
Ketujuh milenial tersebut pun diminta untuk mencari inovasi dan gagasan baru yang diberikan langsung kepada Presiden, tanpa target khusus pun cara kerjanya berbarengan.
Stafsus saya yang baru untuk bidang-bidangnya kerjanya berbarengan, saya tidak ingin harus setiap hari beliau-beliau ini ke sini yang penting target yang saya berikan outputnya bisa dapat dan bisa dimanfaatkan untuk perbaikan sistem yang ada, kata Presiden Jokowi saat memperkenalkan ke media di veranda Istana Merdeka Jakarta, Kamis (21/11).
Ketujuh staf khusus itu pun akan menerima gaji sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 144 Tahun 2015 tentang besaran Hak Keuangan Bagi Staf Khusus Presiden, Staf Khusus Wakil Presiden, Wakil Sekretaris Pribadi Presiden, Asisten dan Pembantu Asisten.
Berdasarkan beleid itu, gaji Staf Khusus Presiden ditetapkan sebesar Rp 51 juta. Gaji itu merupakan pendapatan keseluruhan dan sudah termasuk di dalamnya gaji pokok, tunjangan kinerja, dan tunjangan pajak penghasilan namun mereka tidak memperoleh rumah dan kendaraan dinas.
Jadi setelah seminggu diperkenalkan, apa saja yang sudah dilakukan ketujuh milenial itu?
“Content creator”
Ditemui di kantornya di gedung I Sekretariat Negara lantai 3, Aminuddin Ma’ruf mengaku baru selesai mengikuti rapat dengan Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada Kamis (28/11).
Seminggu ini secara penugasan stafsus yang kolektif baru dua, soal urusan kartu prakerja bersama dengan mbak Denni (Purba Sari) KSP (Kantor Staf Presiden) dan kedua diminta untuk membantu bagaimana agenda pengarusutamaan nilai-nilai Pancasila itu kena pada sasaran generasi milenial dan anak-anak muda, kata Amin, panggilan Aminuddin Ma’ruf.
Amin yang tampak santai saat diwawancara itu hanya mengenakan sandal jepit. Di kantornya ada seorang staf yang diberikan oleh Sekretaris Kabinet dan dua orang lain juga kebetulan sedang ada di kantor tersebut. Ruangan itu sendiri adalah bekas staf khusus Presiden sebelumnya yaitu Ahmad Erani Yustika dan Adita Irawati.
Sedangkan kantor “resmi” stafsus milenial masih dalam tahap renovasi. Mereka nantinya akan menempati satu ruangan di Wisma Negara yang sedang diubah konsepnya menjadi “coworking space” lengkap dengan “lounge” sehingga tidak terlalu seperti kantor pemerintahan formal.
Sebelum kantor “resmi” tersebut terbentuk, para stafsus milenial pun rapat di mana saja, baik di gedung Setneg maupun di salah satu kantor mereka bahkan di “coffee shop” kenamaan.
Program kartu pra kerja dan pengarusutamaan nilai Pancasila tersebut menurut Amin masuk dalam program prioritas presiden.
Secara peta demografi mayoritas yang jadi sasaran penanaman ideologi Pancasila kan anak muda, kalau pakai pendekatan atau model lama ya tidak ada perubahan, tidak akan efektif, ungkap Amin.
Suasana rapat dengan Denni maupun Pratikno menurut Amin pun cukup santai. Tidak seperti rapat-rapat birokrat lain dan terkesan lebih egaliter.
Amin mengungkapkan Mesesneg Pratikno diakuinya sudah mengerti dengan dirinya dan stafsus milenial lainnya.
Memang ‘core’ kami bertujuh ya di situ. Intinya tugas kami itu bagaimana membuat lompatan-lompatan di luar kebiasaan, di luar cara-cara pandang secara umun, sentuhan kreativitas inovasi memang ditugaskan ke kami, jelas Amin.
Ide-ide dan inovasi-inovasi tersebut menurut Amin akan langsung dibawa ke Presiden Jokowi namun stafsus sendiri bukan orang yang akan mengeksekusi ide-ide tersebut.
Eksekusinya siapa, itu bukan urusan kami. Tugas stafsus itu ya teman dialog, posisinya di sini ‘brainstorming’, masalahnya di sini, pemecahannya bagaimana tapi tidak ke teknisnya. Penugasan kami lebih kepada seperti kerja-kerja ‘content creator’, ungkap Amin berupaya menjelaskan kerjanya yang terlihat abstrak tersebut.
Meski tampak abstrak, tapi Amin mengaku sudah diberitahukan kaidah-kaidah yang boleh dan tidak boleh ia lakukan. Pembagian tugas pun meski sangat cair tetap dilakukan. Ia misalnya diminta untuk berkomunikasi dengan mahasiswa dan santri sehingga ia tidak akan bicara soal hukum maupun politik pemerintahan karena sudah ada stafsus lain yang mengurusnya.
Hal lain yang harus ia kerjakan adalah siap sedia untuk melakukan rapat meski tidak ada rapat rutin.
Dia juga menyakinkan kapanpun Presiden membutuhkannya para stafsus milenial, ya ‘on call’. Kapanpun diminta atau ingin memberi ada yang hal disampaikan ya tinggal kami minta ketemu, ungkap Amin.
Siap siaga selama 24 jam tersebut menurut Amin pribadi tidak menjadi persoalan karena ia pun kerap bekerja dengan gaya kerja tersebut. Meski begitu, Amin mengaku bahwa penilaian untuk tujuh stafsus milenial adalah subjektivitas Presiden Jokowi.
Kalau dilihat dari penugasan kami agak susah menilai indikator itu bekerja maksimal atau tidak karena pertanggungjawaban kami ke Presiden langsung. Beda dengan menteri yang ada KPI (key performance index) jadi muda menilai apakah ‘perform atau tidak, nah persoalannya juga kami tidak diberikan hak eksekusi sebuah program, kami tidak berhubungan dengan menteri, paling rapat koordinasi dengan KSP, jelas Amin.
Untuk tugas pribadinya sebagai “content creator” ke pesantren-pesantren dan mahasiswa, Amin mengaku masih sedang memetakan pendekatan ke sekitar 27 ribu pesantren di Indonesia karena karakteristik pesantren pun berbeda-beda.
Tugas saya untuk memetakan masalah yang ada di pesantren, santri, kemudian ‘di-touch’ dari kita untuk perubahan yang substansi. Dalam bayangan saya sih bagaimana pengembangan ekonomi, dia (santri) ke depan akan berwirausaha atau kerja, begitu. Sedangkan untuk lembaga pesantren sendiri bagaimana kemandiran ekonominya, ungkap Amin.
Namun Amin sendiri belum menjelaskan bentuk kemandirian ekonomi apa yang akan ia tawarkan kepada para santri dan pesantren. Meski sebelumnya Presiden Jokowi sudah memperkenalkan 1.000 balai latihan kerja (BLK) khusus di lingkungan pondok pesantren maupun bank wakaf mikro pesantren.
Bukan tugas saya menawarkan produk (BLK) itu namun bila dalam proses nanti saya temukan oh harus ada ini atau itu dalam BLK maka akan jadi bahan saya untuk disampaikan ke Presiden,” tambah Amin.
Stafsus yang mendapat insentif sama dengan pejabat eselon I pemerintah itu juga sesungguhnya wajib menyerahkan LHKPN, namun Amin dan enam orang stafsus milenial lain belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK.
Menjawab risakan warganet
Meski punya segudang potensi dan semangat, tujuh stafsus milenial itu tidak luput dari risakan (bully) para warganet.
Salah satu yang kritikannya cukup pedas adalah Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, yang menyebut stafsus milenilai Presiden Jokowi hanya pajangan, alasannya para stafsus tersebut tak berwenang menetapkan kebijakan.
Fadli mengatakan Presiden memang memiliki hak prerogatif untuk menunjuk staf khusus, namun Presiden seharusnya memilih orang-orang yang kompeten dan memiliki rekam jejak mengabdi kepada negara.
Menurut Fadli, para stafsus hanyalah pajangan milenial”. Presiden semestinya mencari “best of the best” termasuk mereka yang sudah banyak mengabdi kepada negara. Keberadaan stafsus juga dinilai tidak efisien karena tumpang tindih dengan tugas Kementerian Sekretariat Negara, Sekretaris Kabinet dan Kantor Staf Presiden.
Pernyataan itu biasa saja karena hidup di zaman terbuka, arus informasi cepat, era medsos biasa saja, itu konsekuensi dari pekerjaan, kata Amin menanggapi kritikan tersebut.
Amin pun mengaku di media sosialnya, ia lebih banyak menerima pesan positif dibanding pesan negatif sehingga ia tetap yakin mengerjakan tanggung jawab sebagai stafsus tersebut.
Salah satu stafsus lain yang juga “rajin” menjawab risakan warganet terhadap stafsus adalah Billy Mambrasar. Dalam akun twitternya @kitongbisa Billy mengaku bahwa ia tidak hidup bermewah-mewahan dengan pendapatan Rp51 juta sebagai stafsus.
Billy menuliskan “Maaf skali tp tuduhan bhw kami akan bermewah mewah dgn Gaji segitu, jujur,wkt kerja sbg Insinyur d perusahaan migas, gaji sy jauh diatas itu!Sy jg punya company sndiri saat ini dgn penghasilan jauhhh diatas angka itu!Sy trima tawaran stafsus krn sy bgt mencintai Indonesia”
Ia pun banyak membalas pernyataan warganet mengenai “privilege” atau keistimewaan yang didapat oleh ketujuh orang tersebut sehingga ditunjuk sebagai stafsus dengan mengatakan bahwa sebagai anak kampung dengan ibu penjual kue, Billy harus bekerja keras untuk mendapatkan beasiswa hingga dapat bersekolah di luar negeri.
Billy juga yang membalas Fadli Zon soal sebutan lipstik dan kosmetik yang dialamatkan kepada stafsus milenial.
“Sebelum kami dtunjuk, kami sudah berkarya dan ikut berkontribusi ikut membangun bangsa ini! @AdamasBelva yang sudah memberikan akses pendidikan ke ratusan orang karena ruang gurunya? Saya yang sudah memberikan pendidikan gratis dan mendorong pemberdayaan kaum tertinggal d daerah terluar? Ayu Kartika Dewi dengan advokasi pendidikan toleransi? Karya Andy Taufan memberikan akses permodalan ke kaum wanita untuk keluar dari kemiskinan? Putri Tanjung dengan event bisnis kreatif untuk mendorong anak muda berwirausaha? Aminudin Ma’ruf dengan empowering pesantren, Angkie yang menginspirasi ratusan oang disabilitas? Ketika kami ditawarkan stafsus, kami masih sempat berpikir satu minggu sebelum mengatakan: “Iya”, kami bukan kosmetik, dan kelompok manusia bodoh yang haus jabatan. Kami menerima tawaran ini hanya karena kecintaan kami ke Indonesia bukan karena kekuasaan dan uang” tulis Billy dalam empat cuitan di akun twitter-nya.
Apa pun inovasi dan kerja nyata dari stafsus milenial, masyarakat pun menantinya, agar mereka bekerja maksimal dan tidak sekadar viral. Jangan pula sampai sindiran sebagai pajangan malah jadi kenyataan.*
Editor: Hariyawan