“Para perempuan jangan takut masuk ke dunia politik,” kata Megawati dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, di Jakarta, Minggu (22/12).
Hal tersebut dia sampaikan saat memberikan keynote speech atau pembicara kunci dalam peringatan Hari Ibu yang diselenggarakan BPIP di Jakarta, Minggu (22/12).
Mega mengatakan konstitusi yang berlaku di Indonesia tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dalam konstitusi, kata dia, kedudukan perempuan sama dan sederajat, sehingga sudah saatnya bagi kaum perempuan untuk menyamakan perannya dengan kaum laki-laki.
Mega lalu mencontohkan sejumlah perempuan yang sukses terjun ke dunia politik, antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani yang beberapa kali menduduki jabatan politik. Kemudian sosok Ketua DPR RI Puan Maharani. Mega menyebut jabatan ketua DPR selama 22 tahun terakhir selalu dipimpin oleh laki-laki.
Selain itu, kata dia, dirinya juga pernah menduduki jabatan Presiden ke-5 Republik Indonesia dan Wakil Presiden ke-8 Republik Indonesia.
Lebih lanjut dia menuturkan bahwa peran perempuan dalam perjuangan bangsa ini sudah dilakukan oleh para pendahulu, di antaranya RA Kartini,Tjut Nyak Dien, dan Dewi Sartika.
“Jangan lupa juga Indonesia juga punya Fatmawati. Dia seorang perempuan pemberani yang mau membuat bendera kita yang saat itu masih dijajah,” kata Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Menurut dia, terdapat sejumlah pihak yang menilai bahwa Fatmawati hanyalah pahlawan penjahit bendera Sangsaka Merah Putih. Padahal, kata dia, kala itu sangat sulit untuk mecari kain merah untuk menjahit bendera pusaka.
“Waktu itu mencari kain putih sangat mudah, tapi merah sangat sulit,” ucap dia mengenang perjuangan sang ibunda.
Salah satu faktor yang menjadi hambatan yakni adanya konstruksi sosial dan kultural yang menempatkan perempuan tidak boleh lebih maju dari laki-laki. “Perempuan dianggap konco wingking,” ucap dia
Padahal, kata Sri, semua peran itu bisa dilakukan jika antarpasangan dapat saling berkomunikasi dan berbagi peran.
Pernyataan tersebut diamini oleh putri Presiden ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid, Yenni Wahid. Menurut dia, komunikasi dengan pasangan sangat penting agar tidak terjadi keributan di belakang hari.
Dia mencontohkan tentang suami yang merelakan istrinya bekerja, sementara suami tersebut mengambil peran urusan rumah tangga.
“Itu tidak menjadi masalah asal keduanya sudah komunikasi dan bersepakat,” ujar dia. (ant)