“Jadi, mestinya langkah KPU ini bisa didukung, tidak mempersoalkan, bahkan sampai diperkarakan. Yang perlu dilakukan adalah konsolidasi antarpihak memastikan kebijakan yang diambil ini efektif dan betul-betul berkontribusi untuk pencegahan dan perlindungan warga negara dari COVID-19,” kata Titi Anggraini di Jakarta, Sabtu (21/3).
Semua pihak, kata dia, harus sama-sama berkomitmen untuk mendukung upaya negara mengatasi penyebaran COVID-19 dan menjadikan prioritas utama dibandingkan kepentingan lainnya.
“Jadi, prioritas semua elemen bangsa seharusnya mendukung penanganan COVID-19, termasuk kebijakan untuk penyelenggaraan pilkada yang ditunda atau disesuaikan,” kata Titi Anggraini.
Langkah KPU menunda beberapa tahapan pilkada itu, menurut dia, memang sudah semestinya diambil karena COVID-19 menjadi pandemi global dan situasi darurat nasional.
Tahapan pilkada, lanjut dia, memiliki aktivitas yang mengharuskan berkumpulnya atau terjadinya pertemuan tatap muka antara penyelenggara pemilu dan pemilih.
Titi lantas mengatakan bahwa interaksi juga terjadi antarpenyelenggara pemilu maupun penyelenggara pemilu dengan peserta pilkada. Padahal, interaksi langsung adalah salah satu langkah yang mesti diminimalisasi untuk dilakukan dalam mencegah penyebarluasan COVID-19.
“Jadi, justru aneh kalau di tengah situasi darurat nasional seperti hari ini, KPU tetap memutuskan untuk melanjutkan tahapan pilkada seperti biasa,” ucapnya.
Penundaan pilkada itu, kata dia, suatu yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Pilkada meski UU ini memang secara nomenklatur dan terminologi tidak eksplisit mengenal norma penundaan pilkada.
“Akan tetapi, ada pengaturan soal pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan, itu terdapat di dalam Pasal 120 dan Pasal 121 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota,” ujarnya. (net)