Menurut dia, penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa pemilu, para penyelenggara pemilu sudah tertinggal dengan lembaga lain sehingga harus diatur dalam Perppu Pilkada.
Ia mengatakan bahwa penggunaan teknologi informasi dalam melakukan penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa sudah dilakukan Mahkamah Agung (MA), Kejaksaan Agung, dan kepolisian.
Poin kedua, lanjut dia, terkait dengan anggaran penyelenggaraan pilkada. Hal ini sebaiknya menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), bukan dari APBD melalui naskah perjanjian hibah daerah (NPHD).
Bagja menilai selama ini pencairan NPHD berjalan alot sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu penyelenggaraan pilkada di daerah. Oleh karena itu, perlu diatur dalam Perppu Pilkada.
“Apakah melalui APBD, kalau iya, ada pembicaraan kembali dengan pemda. Namun, harus dipikirkan faktor-faktor penghambatnya karena ada alasan anggaran sudah digunakan sehingga tidak bisa digunakan dan dampaknya penyelenggara pemilu kesulitan lakukan tahapan selanjutnya,” ujarnya.
Menurut dia, penyelenggara pemilu perlu menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) sehingga ada usulan jelas terkait dengan langkah perbaikan pilkada ke depan, misalnya terkait dengan daftar pemilih tetap, logistik pilkada, dan pengawasannya.
“Kami harus pikirkan desainnya, seperti perbaikan DPT, logistik, dan pengawasannya sehingga pembicaraan UU Pemilu ke depan ada usulan yang jelas dari penyelenggara pemilu,” katanya. (net)