JAKARTA, bipol.co — Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta pemerintah mengkaji ulang dan menghentikan sementara program Kartu Prakerja untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.
“Kita tentu mengapresiasi kebijakan Presiden Joko Widodo dalam menggenjot peningkatan kualitas SDM di Indonesia. Ini visi besar beliau di periode kedua. Namun patut disayangkan visi besar tersebut bisa kandas karena di tingkat operasional (mungkin implementasi di tingkat kementerian) terkesan terburu-buru,” kata Ketua DPW PSI Sulawesi Selatan, Fadli Noor, dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Minggu.
Faktanya, lanjut dia, Kartu Prakerja menemui banyak kendala teknis dan bisa berujung kepada pemborosan anggaran negara. Diketahui bersama anggaran Kartu Pra-Kerja ini mencapai 5,6 Trilliun Rupiah.
Menurut dia, penggunaan platform online dalam program Kartu Prakerja harus diapresiasi, tujuan untuk meningkatkan kapasitas SDM para pencari kerja akhirnya hanya berbentuk jual beli video tutorial dan sertifikat kelulusan pelatihan.
“Semestinya pemerintah cukup membangun gerbang digital yang dapat diakses secara gratis oleh pencari kerja. Badan Nasional Sertifikat Profesi (BNSP) dapat mendorong lembaga pelatihan profesi untuk menciptakan konten dan video tutorial sesuai modul SKKNI lalu disajikan di gerbang digital tersebut,” ujar Fadli.
BNSP memiliki ribuan penyelenggara pelatihan dengan standar kompetensi yang telah dirumuskan bersama seluruh pemangku kepentingan industri di negeri ini.
Untuk mendukung prinsip transparansi, saran Fadli, biaya penyedia konten bisa dibayarkan sesuai jumlah peserta yang mengakses dan menyelesaikan ujian. Karena sifatnya shared content, maka yang dibayarkan adalah biaya akses (acces fee).
“Bukan beli video seperti yang berlangsung saat ini,” jelasnya.
Oleh karena itu, PSI mendesak pemerintah menghentikan sementara program Kartu Prakerja dan melakukan kajian ulang. Dengan begitu, pemerintah dapat memperbaiki berbagai kekurangan yang kini telah terungkap.
Lebih lanjut Fadli mengatakan, anggaran Rp 5,6 triliun untuk program tersebut lebih baik digunakan untuk penanganan wabah virus corona ketimbang dihamburkan bagi program yang kurang bermanfaat.
“Walau ini akan diteruskan, sebaiknya transparansi penggunaan anggaran negara ini dibuka seluas-luasnya ke publik. Dalam keadaan ekonomi nasional yang sedang terpuruk, pemborosan anggaran akan menjadi bencana yang akan mematikan lebih banyak hajat hidup rakyat Indonesia,” katanya.* ant.
Editor: Hariyawan