JAKARTA.bipol.co- Analis politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menyebutkan bahwa Pilkada Depok 2020 rentan jadi ajang politisasi para aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan pemerintah kota.
Pasalnya, dua kandidat yang bertarung dalam Pilkada Depok sama-sama petahana, yakni Mohammad Idris versus wakilnya saat ini, Pradi Supriatna.
“Gontok-gontokan di dalam pasti, perang dingin di internal ASN pasti ada. Di satu kantor departemen di Depok, misalnya, itu pasti isinya sudah terbelah antara yang ke Pradi dan ke Idris,” kata Adi kepada Kompas.com, Senin (7/9/2020).
Menurut dia, fenomena menarik ASN dalam pusaran politik praktis bukan hanya terjadi sekali atau dua kali, namun seakan menjadi fenomena lumrah setiap kali menjelang pemilu.
Adi berujar, ASN dianggap punya modal yang cukup kuat untuk mempromosikan salah satu calon di jejaring akar rumput.
Di samping itu, dalam beberapa hal, sebagian ASN cenderung “genit” ketika pemilu menjelang, dengan merapat ke salah satu kubu yang dianggap berpeluang besar menang demi keberlangsungan kariernya.
“Ada (sikap politik ASN) yang ditunjukkan dan tidak ditunjukkan. Namun, biasanya di level teknis dan praktis, bisa dilihat seberapa sering mereka nongkrong dengan siapa. Itu sudah terlihat mereka mendukung siapa,” ungkap Adi.
“Di level ASN juga mereka pasti sudah tahu siapa mendukung siapa, dan siapa tidak mendukung siapa. Mereka tahu sama tahu,” ujarnya.
Depok 2020 akhirnya mengerucut ke 2 kubu saja setelah pendaftaran bakal pasangan calon ke KPU ditutup pada Minggu (6/9/2020).
Kedua kandidat adalah petahana yang memilih “pisah ranjang” dan beralih head to head pada Pilkada Depok 9 Desember 2020.
Wali Kota Depok Mohammad Idris, kalangan nonpartai yang dekat dengan PKS, bakal berupaya menyongsong periode kedua kekuasaannya.
Ia berduet dengan kader PKS, Imam Budi Hartono yang telah 2 periode duduk di DPRD Jawa Barat.
Sementara itu, Pradi Supriatna, wakil wali kota saat ini sekaligus Ketua DPC Gerindra Depok, akan berusaha mendepak Idris lewat pilkada.
Ia berpasangan dengan Afifah Alia, kader perempuan PDI-P yang gagal lolos ke Senayan pada Pileg 2019 lalu. [Net]
Editor: Fajar Maritim