KAB BANDUNG, BIPOL.CO — Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bandung H Yanto Setianto, mengaku, dalam setiap reses banyak menerima laporan pengaduan warga soal pinjaman dana bergulir, program pinjaman tanpa anggunan yang digulirkan Pemerintan Kabupaten Bandung.
Anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar ini melakukan reses masa sidang III tahun 2022 di Dapil 2, antara lain pada reses pertama Selasa di Desa Sayati, Kecamatan Margahayu, dan Rabu di Desa Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, terkahir pada Kamis di Desa Mekarrahayu, Kecamatan Margaasih.
“Dalam setiap reses kami selaku anggota dewan tidak lupa menyampaikan program-program yang diberikan pemerintah daerah Kabupaten Bandung untuk masyarakat Kabupatn Bandung,” kata H Yanto Setianto, usai melaksanakan reses di Desa Mekarrahayu, Kamis (28/7).
Contohnya, lanjut Yanto, yaitu soal program insentif guru ngaji dan adanya dana bergulir yang bisa dipinjam oleh masyarakat untuk mengantisipasi merajalelanya bank emok.
“Tetapi pada setiap kesempatan reses, ketika saya selaku anggota dewan menyampaikan hal tersebut kepada konstituen, jawaban konstituen rata-rata umumnya “kami tidak butuh pinjaman yang berbelit karena dana bergulir tersebut sangat ribet”.
“Sudah jauh ke kantor BPR-nya maupun ke BJB-nya, persyaratannya juga katanya tinggal ngisi formulir, tapi kenyataannya sudah dua bulan warga dari Dayeuhkolot mengaku tidak diproses, ketika ditanyakan ke pihak bersangkutan, jawabnya jangan ke BPR Soreang, harus ke BPR Dayeuhokot, masa formulir harus diambil kembali,” kata Yanto menirukan pengaduan warga yang mengeluh soal pinjaman dana bergulir.
Yanto menyayangkan, banyak warga yang melaporkan bahwa dengan pinjaman hanya satu juta rupiah saja dan berapa puluh orang yang sudah mengisi formulir yang sudah dikirimkan ke BPR Soreang misalnya, tapi mereka mengaku kesulitan. “Setelah formulir disimpan dua bulan, pihak BPR Soreang menjawab bahwa itu harus ke BPR Dayeuhkolot, kan menjengkelkan mendengarnya juga,” papar Yanto.
Maka, tutur Yanto Setianto, dengan pelayanan seperti itulah dianggap pemerintah daerah hanya sekedar meninabobokan masyarakat dengan dana bergulir. “Dan kami juga tidak berharap dana yang sudah besar digelontorkan kepada BPR maupun bank BJB, tapi masyarakat minim yang menikmatinya, minim yang mengaksesnya,” ucap Yanto.
Yanto menilai, program dana pinjaman itu harus dievaluasi. Setiap tahun harus dievaluasi, di mana kesulitan-kesulitannya itu bisa timbul.
“Apakah kita ini kalah manajemen dengan bank emok, karena dengan mudahnya mereka satu orang bisa punya omzet sampai Rp 50 juta per harinya. Dia keliling tinggal foto kopi KTP, difoto dengan hp-nya, foto orangnya, besok lusa dia datang ke rumahnya. Setorannya harian, tapi bunganya mencekik leher, kami juga sangat kasihan kepada masyarakat yang terjebak dengan bank-bank liar tersebut,” ucap Yanto.
Menurut Yanto, mengapa masyarakat tudak kapok-kapok lebih memilih bank-bank tersebut, karena satu hal yang tidak dimiliki oleh BJB maupun BPR, yaitu karena pelayanan yang mudah, cepat dan tidak merepotkan.
Yanto Setianto mengaku, tidak tahu ketika ditanya soal laporan dana bergulir dititpkan ke tiap RW sebesar Rp 60 juta. “Itu tidak tahu ya, yang jelas bukan seperti itu mekanismenya, uang titipan pemerintah masa dititipkan lagi, apa itu alibi saja, tapi kalau misalkan kuotanya Rp 60 juta per RW, ya mungkin saja bisa seperti itu, kuotanya seperti itu, tapi tidak bisa setiap RW ditipkan uang pinjaman,” ujarnya.
Yanto juga mengatakan, selalu menekankan kepada masyarakat agar pinjman dana bergulir tersebut dibayar.
“Kalau pinjam lebih baik dibayar di dunia daripada dibayar di akhirat, juga saya sampaikan yang mau pinjam tolong ingat membayarnya karena uang pinjaman bukan uang yang dibagikan oleh pemerintah daerah, lebih baik ditagih di dunia daripada di akhirat, tapi mereka jawabnya semua menilai, muak sengan dana bergulut,” ujar H Yanto menutup pernyataannya.(deddy)