BANDUNG, BIPOL.CO – Mantan Anggota DPRD Kota Bandung, Aat Safaat Hodijat menyikapi Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 2/PMK.07/2022 tanggal 12 Januari 2022 tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau Menurut Provinsi/Kota/Kabupaten Tahun Anggaran 2022.
Dalam siaran persnya yang diterima BIPOL.CO, Kamis (8/9/2022), Aat Safaat menyampaikan beberapa poin tanggapan atas dana bagi hasil cukai tembakau di Kota Bandung tahun 2022. Antara lain:
1. Kota Bandung dalam dua tahun terakhir telah menjadi surga pemasangan reklame naskah rokok yang peletakkan titik dan ukurannya banyak yang melanggar Perwal 05 tahun 2019 yang mengakibatkan polusi visual wajah kota.
2. Massifnya reklame naskah rokok di Kota Bandung terkesan Kota Bandung menjadi target untuk mempertahankan perokok dan mendapatkan konsumen perokok baru yang mayoritas kelompok generasi millenial dengan maksud meningkatkan omzet penjualan rokoknya.
3. Dana bagi hasil cukai tembakau Kota Bandung yang diterima Rp. 5,472 M untuk tahun anggaran 2022 sesuai Permenkeu No. 2/PMK.07/2022 menjadi anomali dengan massifnya reklame naskah rokok yang menjadikan Kota Bandung sebagai Lautan Reklame Naskah Rokok harus menjadi atensi Pemkot Bandung dan DPRD.
“Apakah massifnya reklame naskah rokok adalah sebuah kesengajaan dalam upaya meningkatkan pendapatan dana bagi hasil cukai tembakau atau memang pengusaha biro reklamenya yang sengaja melakukan pelanggaran dengan maksud mendapatkan ceruk dana promosi dari perusahaan rokok…?” papar anggota dewan periode 2004-2014.
Menurut Aat, meningkatnya laba perusahaan rokok dimasa pandemi, menjadi fakta bahwa sesulit apapun kehidupan rakyat, maka rokoklah sebagai teman dalam menghadapi kesulitan. Sehingga tidaklah salah apabila ada adagium ” SEMAKIN RAKYAT HIDUP SENGSARA MAKA SEMAKIN DIGJAYA PERUSAHAAN ROKOK MERAUP LABA….!!”.
“Ini menjadi kesempatan bagi perusahaan rokok dan perusahaan biro reklame untuk memassifkan ruang publik dengan reklame naskah rokok demi meningkatkan laba dengan mengorbankan visual estetika wajah kota dan kesehatan rakyat,” ujarnya.
4. Beban biaya BPJS ternyata paling besar adalah menanggung biaya pengobatan yang diakibatkan dari aktivitas merokok. Oleh karena itu mendesak Pemkot Bandung dan DPRD menentukan sikap, apakah akan meningkatkan pendapatan dana bagi hasil cukai tembakau dengan membiarkan massifnya reklame naskah rokok yang kebanyakan melanggar Perda ataupun Perwal…?
“Tidak mustahil ada potensi pelanggaran yang mengarah kepada pelanggaran perda, tindak pidana umum maupun tindak pidana korupsi,” katanya.
Dia meminta, Walikota agar memerintahkan PPNS Satpol PP untuk melakukan audit dan melakukan penyelidikan atas pelanggaran peletakkan titik dan ukuran reklame naskah rokok, jika terlalu kuat adanya pengaruh intervensi oknum institusi negara ataupun oknum lainnya, untuk tidak ragu meminta bantuan supervisi KPK dalam rangka audit perizinan reklamenya.
5. Mendesak Pemkot dan DPRD untuk segera melakukan revisi Perda dan Perwal tentang Izin Penyelenggaraan Reklame yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan kota serta memperhatikan asas keadilan dan manfaat bagi Pemkot, perusahaan biro reklame maupun warga masyarakat/publik sebagai target penerima pesan promosi dari reklamenya.(*)