BIPOL.CO, JAKARTA – Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta dalam kasus pembelian liquefied natural gas (LNG). Namun Hakim tak menghukum Karen membayar uang pengganti seperti tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK.
Hakim tak membebankan uang pengganti dalam kasus korupsi pengadaan LNG atau gas alam cair ke mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang menjadi terdakwa kasus ini.
Dilansir dari detik.com, sidang vonis Karen Agustiawan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/6/2024). Hakim menyatakan uang yang diterima Karen sebesar Rp 1.091.280.281,81 (Rp 1 miliar) dan USD 104.016,65 (USD 104 ribu) merupakan penghasilan resmi.
“Menimbang bahwa berdasarkan nota pembelaan maupun duplik yang diajukan terdakwa maupun penasihat hukum dan tanggapan penuntut umum maka majelis hakim berpendapat sebagaimana dipertimbangkan dalam unsur sebelumnya uang yang diterima terdakwa uang dari Blackstone sejumlah Rp 1.091.280.281,81 dan USD 104.016,65 telah sebagai penghasilan resmi gaji terdakwa sebagai advisor di perusahaan tersebut yang menurut keterangan terdakwa sebagaimana telah dipungut dibayar pajak penghasilannya,” kata hakim saat membacakan pertimbangan vonis Karen Agustiawan.
Hakim mengatakan uang itu diterima Karen setelah tak lagi bekerja di Pertamina. Hakim menyatakan Karen telah membayar pajak penghasilan terkait penerimaan uang tersebut.
“Menimbang bahwa terkait uang yang diterima terdakwa, majelis sependapat dengan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa bahwa uang yang diterima dari Blackstone melalui manajemen sebesar jumlah tersebut adalah gaji resmi sebagai senior advisor di perusahaan tersebut karena telah dipungut biaya dibayar pajak penghasilan uang tersebut diterima terdakwa setelah terdakwa tidak bekerja di Pertamina,” ujar hakim.
Hakim menjadikan pertimbangan Karen tak menerima uang hasil tindak pidana terkait pengadaan LNG ini sebagai hal meringankan vonis. Sementara, hal memberatkan vonis adalah perbuatan Karen tak mendukung upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dan mengakibatkan kerugian keuangan negara.
“Keadaan yang meringankan terdakwa bersikap sopan di persidangan, terdakwa tidak memperoleh hasil tindak pidana korupsi, terdakwa memiliki tanggungan keluarga, terdakwa mengabdikan diri pada Pertamina,” kata hakim.
Vonis pembebasan uang pengganti ini berbeda dengan tuntutan jaksa KPK. Dalam tuntutannya, jaksa menuntut Karen membayar uang pengganti Rp 1.091.280.281 (Rp 1 miliar) dan USD 104.016 subsider 2 tahun kurungan penjara.
Dibebankan ke Perusahaan AS
Hakim kemudian membebankan uang pengganti kerugian negara USD 113 juta dalam kasus ini ke perusahaan asal Amerika Serikat (AS), Corpus Christi Liquefaction LLC. Hal tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK.
“Menimbang bahwa keterangan-keterangan saksi, alat bukti, barang bukti, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa telah ditemukan bahwa dari hasil pengadaan tersebut uang yang dihitung sebagai kerugian negara adalah USD 113.839.186,60 (USD 113 juta atau setara Rp 1,8 triliun) justru mengalir kepada korporasi Corpus Christi sebagai harga pengadaan pembelian LNG yang menyimpan ketentuan yang seharusnya tidak dilakukan pencairan oleh PT Pertamina,” kata hakim saat membacakan pertimbangan vonis Karen Agustiawan.
“Sehingga dalam hal ini kerugian negara tersebut menjadi beban dan tanggung jawab korporasi Corpus Christi anak perusahaan Cheniere yang harus mengembalikan kepada negara sebagai keuntungan yang didapat Corpus Christi USD 113.839.186,60 tidak total karena riil barangnya ada dan dikirim sebanyak 11 kargo yang mana berdasarkan fakta hukum LNG Pertamina dilakukan menyimpang ketentuan yang seharusnya korporasi Corpus Christi yang ditunjuk langsung sebagai penyedia tidak berhak mendapat keuntungan dari pengadaan LNG yang menyimpang dari ketentuan,” tambahnya.(*)