BIPOL.CO, JAKARTA – Sudirman adalah salah satu terpidana kasus kematian Vina dan Eky. Sudirman divonis hukuman seumur hidup dan 4 terpidana lainnya oleh Pengadilan Negeri Cirebon pada 26 Mei 2017.
Seiring mencuatnya kembali kasus Vina Cirebon ini, Sudirman melalui kuasa hukumnya kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Cirebon.
Menurut keterangan yang dihimpun, Sudirman sendiri telah mengajukan 12 novum atau bukti baru sebagai dasar pengajuan PK. Namun dalam sidang PK, novum tersebut ditolak Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dilansir dari Tempo.co, Jaksa penuntut umum (JPU) menolak seluruh novum atau bukti baru yang diajukan salah satu terpidana kasus kematian Vina dan Eky, Sudirman, dalam sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Cirebon, pada Rabu, 2 September 2024.
Berdasarkan penuturan jaksa, kuasa hukum Sudirman telah mengajukan 12 novum yang menjadi dasar pengajuan PK. Namun, JPU menganggap semuanya tidak terhitung sebagai bukti yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Dalih-dalih peninjauan kembali yang diajukan oleh pemohon tidak beralasan, dan tidak berdasar hukum karena tidak dapat dianggap sebagai bukti baru atau keadaan baru, sehingga sudah sepatutnya permohonan PK ditolak,” ujar salah seorang JPU, Bambang, dikutip dari siaran langsung persidangan.
Jaksa berdalih penolakan novum didasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Cirebon Nomor 4/Pid.B/2017/PN CBN. Putusan yang dikeluarkan pada 26 Mei 2017 itu menetapkan hukuman seumur hidup bagi Sudirman dan 4 terpidana lain yang menurut pengadilan, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan terencana serta memaksa persetubuhan kepada Vina Dewi Arsita.
Putusan itu inkrah atau telah berkekuatan hukum tetap. Setelah 7 tahun berlalu sejak putusan pengadilan, JPU mempertanyakan alasan Sudirman mengajukan peninjauan kembali. Salah satu anggota JPU, Sugeng, mengaitkan pengajuan memori PK Sudirman dengan kemunculan film bertajuk “Vina: Sebelum 7 hari”.
Bagi jaksa, bukti yang diajukan Sudirman tidak memenuhi ketentuan pasal 183 dan 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “Menunjukkan ketidakpahaman pemohon peninjauan kembali dengan doktrin peradilan pidana dan KUHAP berkaitan dengan keraguan yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan pembuktian,” ujar Sugeng, saat membacakan tanggapan jaksa atas permohonan PK Sudirman.
Jaksa yakin penetapan Sudirman sebagai terpidana berdasarkan alat bukti yang lengkap, sebab karakteristik pembuktian, kehadiran saksi mahkota, dan rangkaian buktinya saling bersesuaian.
“Upaya untuk menegakkan hukum tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, terutama terhadap perkara-perkara pidana yang terdapat saksi mahkota dalam perkara pembunuhan dan persetubuhan yang menarik perhatian masyarakat Cirebon pada waktu itu,” kata Sugeng.
Pada sidang sebelumnya yang digelar Rabu (2/10/2024), selain mendengarkan jawaban jaksa atas memori PK, tim kuasa hukum Sudirman juga menghadirkan tiga saksi alibi, yakni Lilis, Ritono dan Alfan.
Ketiga saksi tersebut memberikan kesaksian yang mendukung klaim bahwa Sudirman tidak berada di lokasi kejadian pada saat kematian Vina dan Eki, 27 Agustus 2016.
“Hari ini kami menghadirkan tiga saksi untuk mendukung alibi Sudirman.”
“Mereka mengonfirmasi bahwa pada 27 Agustus 2016, Sudirman berada di rumah bersama adiknya, Lilis dan bertemu dengan Ritono serta Alfan,” jelas Jutek Bongso seusai sidang, Rabu.
Menurut Jutek, salah satu saksi, Ritono, melihat Sudirman di rumah hingga pukul 21.30 WIB pada malam kejadian.
Selain memberikan alibi, Jutek menegaskan bahwa Sudirman tidak berada di lokasi kejadian saat peristiwa tragis tersebut berlangsung, serta membantah tuduhan keterlibatannya dalam aksi kejar-kejaran motor yang disebut terjadi di Jembatan Talun.
“Kami memastikan Sudirman tidak berada di SMPN 11 atau terlibat dalam kejar-kejaran motor pada hari itu,” katanya.
Lebih lanjut, kuasa hukum juga menyangkal keterlibatan Sudirman dalam geng motor dan mempertanyakan keabsahan barang bukti yang diajukan pada penyidikan tahun 2016. (ADS)