Kabinet Jumbo Prabowo-Gibran, Pengamat Nilai Bertentangan dengan Semangat Reformasi Birokrasi

- Editor

Senin, 21 Oktober 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Presiden Prabowo Subianto (ketujuh kiri) didampingi Wapres Gibran Rakabuming Raka (keenam kiri) mengumumkan jajaran menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (20/10). (Istimewa)

Presiden Prabowo Subianto (ketujuh kiri) didampingi Wapres Gibran Rakabuming Raka (keenam kiri) mengumumkan jajaran menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (20/10). (Istimewa)

BIPOL.CO, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengumumkan 48 menteri dan 56 wakil menteri di Kabinet Merah Putih pada Minggu (20/10).

Pengumuman kabinet merah putih ini disampaikan kurang dari 12 jam setelah dilantik pada Minggu.

Namun kabinet tersebut mendapat sorotan dari pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, Lina Mifthahul Jannah. Ia menilai gemuknya kabinet ini bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi.

Dikutip Bipol.co dari BBC Indonesia, kabinet tersebut bukannya semakin efisien, kabinet gemuk dapat memperpanjang dan memperumit alur birokrasi, serta memicu tumpang tindih kewenangan. Belum lagi implikasinya terhadap anggaran yang membengkak.

Prabowo-Gibran menambah jumlah kementerian koordinator, lalu memecah beberapa kementerian sehingga kabinetnya dianggap sebagai “kabinet gemuk”.

Namun menurut Lina, banyak dari kementerian yang dipecah itu dinilai tidak berdasar ada kajian atau evaluasi yang jelas.

“Itu jadi gambaran kalau tujuannya untuk kepentingan politik semata,” kata Lina yang menjuluki Kabinet Merah Putih sebagai “kabinet balas jasa”.

“Ketika membuat lembaga baru, seharusnya ada kajian mendalam. Kalau masalah koordinasi, jelas ini kemunduran [reformasi birokrasi]. Yang bisa dijadikan satu malah dipecah,” tuturnya kepada BBC News Indonesia.

Kalau menilik sejarah berdasarkan data yang terangkum di Sekretariat Kabinet, Kabinet Merah Putih adalah yang paling gemuk sepanjang era Orde Baru hingga Reformasi.

Ini adalah buah dari revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang disahkan pada September lalu sehingga memungkinkan jumlah kementerian menjadi tak terbatas.

Daftar kementerian yang dipecah dan baru dibentuk

Kabinet Prabowo memiliki 14 kementerian baru dari total 48 kementerian.

Jumlah ini lebih banyak dibandingkan era Jokowi yang hanya ada 34 kementerian.

Perubahan yang paling signifikan adalah dipecahnya beberapa kementerian era Jokowi menjadi dua hingga tiga kementerian baru.

Empat kementerian koordinator baru

Prabowo-Gibran menambah empat kementerian koordinator baru, yakni:

Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan

Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan

Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat

Kementerian Koordinator Bidang Pangan.

Prabowo mempertahankan tiga kementerian koordinator, yakni Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan; Kementerian Bidang Perekonomian; serta Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Namun, ada satu kementerian koordinator di era Jokowi dihapus, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang dipimpin oleh Luhut Binsar Pandjaitan.

Kementerian yang dipecah menjadi tiga

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset-Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemendikbud-Ristek Dikti) dicacah menjadi tiga kementerian, yakni:

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah

Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi

Kementerian Kebudayaan.
Kementerian Hukum dan HAM juga dipecah menjadi tiga, yaitu:

Kementerian Hukum
Kementerian HAM
Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
.
Kementerian yang dipecah menjadi dua

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dibagi menjadi:
Kementerian Pekerjaan Umum
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Kementerian Ketenagakerjaan dibagi menjadi:
Kementerian Ketenagakerjaan
Kementerian Perlindungan Pekerja Migran/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dipecah menjadi:

Kementerian Koperasi
Kementerian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dibagi menjadi:

Kementerian Pariwisata
Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi juga dibelah dua menjadi:

Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal
Kementerian Transmigrasi.
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dicacah menjadi:

Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Kementerian Kehutanan.

BKKBN naik kelas dan dua kementerian berubah nama

Prabowo juga mengatakan adanya Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.

Kementerian Komunikasi dan Informatika berubah nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital.

Kementerian lain yang berubah nomenklaturnya adalah Kementerian Investasi/BKPM menjadi Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM.

Untuk mengetahui komposisi lengkap Kabinet Merah Putih dan menteri-menteri yang menjabat, Anda dapat membacanya di artikel berikut ini:

Wajah-wajah menteri kabinet Prabowo-Gibran
Mengapa menteri kabinet Prabowo bertambah?
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Jalan Prabowo membentuk kabinet gemuk terbuka lewat revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang disahkan pada 19 September 2024.

Sebelumnya, pasal 15 UU 39/2008 hanya memungkinkan presiden memiliki maksimal 34 kementerian demi reformasi birokrasi.

Artinya, jumlah kementerian tidak dimungkinkan melebihi jumlah tersebut dan diharapkan akan berkurang.

Namun menurut naskah akademik yang diunggah Badan Legislasi (Baleg) DPR, ketentuan soal 34 kementerian itu dianggap “menyulitkan pemerintah mengoptimalkan kinerjanya guna mewujudkan tujuan negara yang dicita-citakan”.

“Padahal pembentukan UU Kementerian Negara sama sekali dimaksudkan bukan untuk mengurangi apalagi menghilangkan hak prerogatif Presiden dalam menyusun kementerian negara,” bunyi naskah akademik tersebut.

Baleg DPR dan pemerintah hanya butuh waktu kurang dari delapan jam untuk membahas revisi UU tersebut untuk dibawa ke rapat paripurna. Padahal, revisi UU ini tidak masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Saat itu, analis politik menyebutnya sebagai pembuka jalan bagi “kabinet jumbo” Prabowo karena tak ada lagi batasan jumlah kementerian.

Istimewa

Kini setelah dia dilantik, prediksi tersebut terbukti benar

Setelah melihat komposisinya, pengamat kebijakan publik UI, Lina Mifthahul Jannah mempertanyakan dasar kajian dan evaluasi kinerja yang membuat banyak kementerian dipecah.

“Kementerian PUPR misalnya, selama ini kan ada direktorat jenderal masing-masing untuk pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Kalau ada yang tidak berjalan, yang dijewer seharusnya direktorat jenderal yang tidak melakukan [tugasnya] itu,” tutur Lina.

“Atau jangan-jangan karena orientasi pekerjaan dulu adalah pekerjaan umum, bukan perumahan rakyat? Itu yang seharusnya dievaluasi.”

Apa dampaknya bagi kinerja pemerintah?

Menurut Lina, dampak awal yang kasat mata adalah: kementerian-kementerian itu harus mengubah plang, mencari gedung untuk masing-masing kementerian baru, hingga mengganti kop surat.

Ini akan membuat bingung masyarakat yang membutuhkan pelayanan publik.

Bertambahnya jumlah kementerian juga berarti sumber daya manusia (SDM)-nya harus dibagi.

“Pastinya memindahkan orang itu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Paling tidak bisa butuh waktu minimal enam bulan dengan kondisi yang ada,” kata Lina.

Kalau SDM yang tersedia dirasa tidak cukup, dia khawatir ini justru akan membuka peluang bertambahnya tenaga kontrak.

“Kalau tidak dipantau, akan muncul model yang bukan profesional. Siapa yang jadi pemimpin, dia akan membawa gerbongnya ke sana,” ujar Lina.

Namun dia menekankan bahwa ini bukan cuma soal mengubah plang atau mencari gedung baru.

Proses yang paling rumit justru membagi tugas dan fungsi masing-masing kementerian agar tak tumpang tindih, serta memastikan koordinasi pekerjaan berjalan mulus.

“Ini juga mengubah tugas pokok dan fungsinya sampai ke bawah, sampai berkoordinasi dan sebagainya. Itu biayanya besar sekali, dalam arti bukan sekadar uang yang dikeluarkan, tapi energinya juga,” jelas dia.

Semakin banyak kepala, alur birokrasinya pun akan semakin rumit dan panjang. Ini dapat menjadi beban dalam mengeksekusi program-program pemerintahan Prabowo-Gibran.

Padahal Prabowo-Gibran memiliki sejumlah program ambisius, seperti makan siang bergizi untuk puluhan juta anak serta swasembada pangan dan energi.

“Biasanya satu tahun pertama masih koordinasi sana-sini, apalagi mereka yang bukan orang-orang birokrasi, tidak tahu cara berkomunikasi dalam birokrasi,” kata Lina.

Menurutnya, peran menteri koordinator menjadi krusial untuk memastikan kewenangan setiap kementerian tidak tumpang tindih.

Kabinet gemuk tak cuma berdampak di level pusat, kata Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman.

Ini akan menambah kebingungan pemerintah daerah soal program kerja dan regulasi.

“Sering sekali teman-teman di daerah bertanya, ‘Orang tua kami di pemerintah pusat itu siapa?’ Kementerian Dalam Negeri atau kementerian sektoral?’ Karena yang dilakukan oleh kementerian teknis itu sering sekali tumpang tindih,” ujar Herman.

Ditambah lagi soal ego sektoral yang masih kerap muncul antar-kementerian/lembaga.

Dia mencontohkan soal perizinan berusaha yang diintegrasikan ke dalam satu platform sesuai amanat Undang-Undang Cipta Kerja.

Namun nyatanya, aturan itu membuka peluang setiap kementerian punya sistem sendiri sehingga menyulitkan integrasi sistem perizinan.

KPPOD berharap kabinet yang baru ini, walau gemuk, dapat lebih selaras.

Dia juga mewanti-wanti agar pemerintah daerah tidak mengadopsi secara gamblang postur pemerintahan yang gemuk ini.

“Jangan sampai ini menimbulkan bebas fiskal ke daerah,” kata Herman.

Kabinet dari masa ke masa

Kabinet anyar yang diumumkan Prabowo Subianto adalah yang tergemuk selama era Reformasi dan Orde Baru.

Berdasarkan data yang dirilis Sekretariat Kabinet, jumlah menteri kabinet sejak masa Presiden B.J. Habibie sampai Jokowi tak pernah lebih dari 40 kementerian.

Sebelum Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran, rekor menteri terbanyak ada pada pemerintahan Presiden B.J. Habibie sebanyak 37 menteri.

Presiden Megawati Soekarnoputri memiliki menteri paling sedikit sepanjang era Reformasi, yakni 33 menteri pada periode 2001-2004.

Mundur ke era Orde Baru, Presiden Soeharto pernah memiliki kabinet gemuk dengan 44 menteri saat “Kabinet Pembangunan V” bergulir 1988 – 1993.

Namun kalau dirunut sejak Indonesia merdeka, kabinet tergemuk dimiliki Presiden Soekarno pada era pergolakan politik 1965/1966.

Saat itu, Soekarno merekrut 132 menteri. Kabinet yang dinamakan Dwikora II ini hanya bertahan selama beberapa bulan sebelum Soeharto mengambil alih kekuasaan dan membentuk Kabinet Ampera I dan II.(Ads)

Berita Terkait

Panglima TNI dan Rombongan Tinjau KM 57 Tol Jakarta-Cikampek, Ini Pesan Kapolri untuk Pemudik
UU TNI Disahkan DPR, Mahasiswa UI Gugat ke MK
Cerita Eks Tim Anti Mafia Migas Akui Sulitnya Tangani Mafia: Hasil Audit Forensik Berhenti di Lingkaran Istana
Rhenald Kasali: Kasus Bahlil Pelanggaran Akademik dan Etik, Disayangkan Rektor UI Hanya Beri Sanksi Revisi
Pusat – Daerah Sepakat Penanganan Banjir Fokus Rehabilitasi Sempadan Sungai dan Ketahanan Pangan
Hasto Yakin Telah Dikriminalisasi KPK, Terbukti dengan Surat Dakwaan yang Dibacakan Penuntut Umum
Kunjungi SDN Cipadangmanah, Atip Latipulhayat: Kemendikdasmen Anggarkan Rp 17 Triliun untuk Rehab Sekolah
Alumni Fakultas Teknologi UGM Ini Meyakini Ijazah S1 Jokowi 100 miliar Persen Palsu

Berita Terkait

Kamis, 27 Maret 2025 - 04:39 WIB

Panglima TNI dan Rombongan Tinjau KM 57 Tol Jakarta-Cikampek, Ini Pesan Kapolri untuk Pemudik

Minggu, 23 Maret 2025 - 14:48 WIB

UU TNI Disahkan DPR, Mahasiswa UI Gugat ke MK

Rabu, 19 Maret 2025 - 21:59 WIB

Cerita Eks Tim Anti Mafia Migas Akui Sulitnya Tangani Mafia: Hasil Audit Forensik Berhenti di Lingkaran Istana

Selasa, 18 Maret 2025 - 10:52 WIB

Rhenald Kasali: Kasus Bahlil Pelanggaran Akademik dan Etik, Disayangkan Rektor UI Hanya Beri Sanksi Revisi

Selasa, 18 Maret 2025 - 08:24 WIB

Pusat – Daerah Sepakat Penanganan Banjir Fokus Rehabilitasi Sempadan Sungai dan Ketahanan Pangan

Berita Terbaru

Uncategorized

Wagub Erwan Tinjau Arus Mudik di Terminal Ciakar Sumedang

Jumat, 28 Mar 2025 - 16:37 WIB