BIPOL.CO, BANDUNG – Bupati Bandung HM Dadang Supriatna mengatakan, banyak latar belakang jadi kepala desa. Seperti dari pengusaha, preman, ormas, petani, tukang parkir, tukang bata, sehingga saat jadi kepala desa bingung bagaimana mengelola keuangan.
“Karena itu tak heran bila dengan adanya anggaran dana desa dan ADPD ada sebagian kepala desa di Kabupaten Bandung yang tersandung masalah hukum,” kata Dadang Supriatna saat launching program Cinta Desa, di Hotel Grand Sunshine-Soreang, Kabupaten Bandung, Kamis (8/5/2025).
Launching program Cinta Desa digelar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Inspektorat Daerah bersama Pemerintah Desa di Wilayah Kabupaten Bandung dan Kecamatan serta DPRD Kabupaten Bandung, Kejaksaan Negeri Bale Bandung dan Polresta Bandung.
Pada kesempatan itu Bupati Bandung Dadang Supriatna juga launching aplikasi Whistle Blowing System (WBS) dan aplikasi SIMPRODAS (Sistem Informasi Pengawasan Probity Bedas)
Menurut Dadang Supriatna, kewajiban pemerintah daerah melalui Inspektorat, dan saat ini sudah ada yang mewakili di masing-masing desa, dengan adanya auditor yang sudah ditugaskan Inspektorat.
“Itulah upaya pembinaan. Dalam upaya mengahadapi Indonesia Emas, tidak cukup SDM (Sumber Daya Manusia) dan profesional saja, kalau pengelolaan keuangannya tak beres, tetap saja jadi masalah,” imbuhnya.
Selanjutnya Dadang mengatakan, untuk mencegah kepala desa yang terjerat hukum karena dugaan berbagai permasalahan di pemerintahan desa, Pemkab Bandung melalui Inspektorat Daerah sudah menambah tenaga Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Inspektorat.
Tenaga APIP ini adalah personel yang bertugas melakukan pengawasan internal di lingkungan pemerintahan. Mereka memastikan bahwa kegiatan pemerintah, seperti kebijakan, anggaran, dan kinerja, berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
“Sekarang ini penambahan APIP sudah 100 persen, dari 40 orang menjadi 87 orang. Setiap orang APIP auditor ini sudah ditugaskan di masing-masing desa. Tinggal kita bagaimana mendorong operasionalnya, supaya bisa turun langsung ke lapangan,” katanya.
Kang DS juga berharap tenaga APIP auditor ini diputar setiap setahun sekali, untuk menghindari kekhawatiran terjadinya korupsi atau kolusi. Ia tidak berharap perputaran tenaga APIP ini dilaksanakan dua sampai tiga tahun sekali.
“Setiap tahunnya tenaga APIP auditor ini dirotasi. Misalnya, tahun ini desa ini, dua tahun kemudian desa lainnya yang dirotasi tenaga APIP auditornya. Orang atau auditornya tidak itu-itu saja,” katanya.
Mengenai launching aplikasi WBS dan aplikasi SIMPRODAS, menurut Dadang, itu dalam upaya mewujudkan desa yang bersih, damai dan sejahtera.
“Pelaksanaan launching dan peluncuran aplikasi WBS ini adalah salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Inspektorat Daerah untuk membantu dan mendorong penyelenggaraan pemerintah yang baik,” tuturnya.
Untuk diketahui, aplikasi Simprodas adalah digunakan untuk pengawasan proyek-proyek strategis Pemerintah Daerah (Pemda) dengan fokus pada integritas, kebenaran, dan kejujuran. Aplikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa pengadaan dan pelaksanaan proyek-proyek Pemda berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Aplikasi WBS ini untuk melindungi kepentingan publik, untuk meningkatkan transparansi dan mengurangi risiko. Aplikasi ini juga sebagai pengawasan preventif, selain memberikan edukasi dan pendampingan. Selain itu untuk melindungi bagi si pelapor, apabila ada temuan dilaporkan melalui suatu sistem. Insya Allah akan melindungi bagi pelapor apabila menemukan sebuah masalah dan sebagainya,” tutur Bupati Bandung dalam keterangannya.
Kang DS, sapaan akrab Dadang Supriatna mengatakan dengan adanya aplikasi WBS ini akan lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, terutama dalam hal transparansinya.
“Bahwa program yang disampaikan Pemerintah Kabupaten Bandung ke desa-desa tolong disampaikan secara transparan dan terbuka,” tegas Kang DS.
Menurutnya, dengan aplikasi ini akan lebih mempermudah dan melihat berapa anggaran di masing-masing desa tersebut. (Ads)