BIPOL.CO, BANDUNG – Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan pengurus pondok pesantren di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung mendapat perhatian serius Komisi D DPRD Kabupaten Bandung. Komisi D langsung terjun ke lokasi tempat pesantren tersebut berada, bersama Kasi Ponpes Kemenag Kabupaten Bandung,
Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung, Dr. H Cecep Suhendar menegaskan, lembaga tempat terjadinya dugaan pelecehan seksual pada 8 orang santriwati tidak memenuhi indikator lembaga pondok pesantren (Pontren).
Menurut Cecep, setelah melakukan pengecekan langsung ke lokasi bersama Kasi Ponpes Kemenag Kabupaten Bandung, ia melihat tempat itu tidak layak disebut pontren.
“Secara fisik saja sudah terlihat kumuh, pagar doyong, bangunan tidak tertata,” ujarnya saat dihubungi wartawan usai melakukan verifikasi, Jumat (16/5/2025).
Cecep mengungkapkan, lokasi itu bukan pontren karena tempat tidur santri laki-laki dan perempuan tidak terpisah dengan baik. Bahkan lembaga tersebut tidak memenuhi lima indikator pontren sebagaimana yang ditetapkan kemenag.
“Dari hasil pengecekan, di lembaga itu tidak ada kiai, tidak ada masjid, santrinya tidak jelas. Selain itu, juga tidak ada kurikulum atau metode pembelajaran yang sah, dan lahan yang dipakai bukan milik yayasan,” tegasnya.
Lebih parahnya lagi, katanya, lembaga itu tidak terdaftar dan belum pernah mengajukan izin sebagai pesantren,” sambungnya.
Terkait plang bertuliskan pondok pesantren gratis, menurut Cecep, hanya sebagai modus untuk menarik masyarakat.
Untuk itu, dia mengimbau, agar masyarakat lebih waspada terhadap lembaga pendidikan yang tidak jelas legalitasnya.
Korban dalam Pendampingan UPT PPA
Usai meninjau lokasi, Cecep bersama rombongan menyempatkan untuk bertemu langsung dengan delapan anak yang menjadi korban dugaan pencabulan.
Menurutnya, anak-anak tersebut saat ini berada dalam pendampingan Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Dinas P2KB P3A Kabupaten Bandung.
“Mereka terlihat cukup ceria dan sedang membuat kerajinan tangan. Ini bagian dari upaya awal pemulihan trauma mereka. Namun, yang terpenting memastikan mereka tetap mendapatkan hak pendidikan, baik formal maupun non-formal,” tuturnya.
Untuk itu, ujar Ketua Fraksi Golkar ini, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung guna memastikan kelanjutan pendidikan para korban sesuai jenjang usianya.
Selain itu, Cecep juga mengapresiasi kerja keras tim advokasi yang diketuai Ustadz Rido karena terus mendampingi para korban.
“Mereka bekerja dengan hati nurani dan sangat konsen pada penegakan keadilan. Kita semua harus mendukung proses hukum agar pelaku dihukum seberat-beratnya sebagai efek jera,” katanya.
Ia menambahkan, kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak untuk lebih memperketat pengawasan terhadap lembaga-lembaga pendidikan tidak resmi, terutama yang mengklaim sebagai pesantren namun tidak memenuhi unsur-unsur dasar sebagai pontren.
Seperti dikabarkan, sedikitnya dekapan orang santriwati berusia antara 15 – 18 tahun diduga menjadi korban pencabulan RR (30) pengurus salah satu pontren di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung. (Ads)