BIPOL.CO, KAB. BANDUNG BARAT – Siang itu, suasana ruang tunggu di sebuah fasilitas kesehatan di Kabupaten Bandung Barat terasa berbeda. Bukan ibu-ibu dengan balita yang antre layanan KB seperti biasanya, melainkan barisan pria dewasa dengan wajah tenang namun tegas—mereka datang bukan untuk mengantar, melainkan menjadi peserta.
Jumlahnya pun tak sedikit. Data DP2KBP3A KBB menunjukkan lonjakan tajam: dari target awal 30 peserta program vasektomi, pendaftar melonjak menjadi 60 orang. Sebuah angka yang mencerminkan perubahan cara pandang pria terhadap peran dalam keluarga.
“Ini bukan sekadar soal kontrasepsi. Ini tentang kesadaran baru,” ungkap Pelaksana Tugas Kepala DP2KBP3A KBB, Wiriawan. Ia menekankan bahwa peningkatan partisipasi ini menunjukkan bahwa pria mulai aktif mengambil bagian dalam pengendalian kelahiran, bukan lagi sekadar menyerahkan semua pada pasangan.
Vasektomi, sebagai metode kontrasepsi permanen, dulu kerap dihindari karena mitos dan stigma. Namun kini, narasi mulai bergeser. Para pria hadir sebagai mitra sejajar dalam menjaga keseimbangan keluarga. Mereka sadar, pengendalian jumlah anak berarti kesempatan lebih besar untuk mendidik, menyejahterakan, dan merencanakan masa depan yang lebih baik.
“Dengan jumlah anak yang lebih terkendali, keluarga bisa lebih fokus dalam pengasuhan dan peningkatan kualitas hidup,” tambah Wiriawan.
Program ini tetap berjalan dengan seleksi dan pertimbangan ketat. Kepala Bidang Keluarga Berencana, Aam Kartifah, menjelaskan bahwa tidak semua pria langsung bisa menjalani vasektomi. “Pasangan harus memenuhi kriteria, seperti sudah memiliki dua atau tiga anak, atau dalam kondisi di mana istri tidak bisa lagi menggunakan metode KB,” jelasnya. Semua berjalan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Meski tanpa seremoni mewah, keputusan para pria ini menyimpan nilai besar. Di balik tindakan medis yang sederhana, ada keberanian untuk menantang stigma, dan komitmen untuk masa depan keluarga. Vasektomi bukan akhir dari peran seorang pria—justru menjadi awal dari peran barunya: sebagai mitra, pelindung, dan perencana keluarga yang sejati.
Bandung Barat telah memberi contoh: bahwa keluarga berencana adalah tanggung jawab bersama, dan pria bisa berdiri di garis depan perubahan.*) Bukhori