Ditulis Oleh: Bukhori Muslim (Redaktur bipol.co)
BUKAN rahasia umum lagi, bahwa di banyak daerah, hubungan antara bupati dan wakil bupati sering kali tidak berjalan mulus. Tak jarang, keharmonisan yang ditunjukkan saat masa kampanye justru berubah menjadi perselisihan setelah keduanya menjabat. Hal ini pun pernah terjadi di Kabupaten Bandung Barat (KBB), di mana beberapa pasangan bupati dan wakil bupati sebelumnya kerap mengalami keretakan di tengah jalan.
Di awal pencalonan dan kampanye, mereka tampak kompak, seirama menyampaikan visi dan misi kepada masyarakat. Namun, setelah resmi menjabat, perbedaan mulai muncul. Perselisihan kerap terjadi, mulai dari perbedaan pandangan dalam kebijakan, pembagian tugas, hingga urusan anggaran. Bahkan, di beberapa periode, muncul istilah “grup bupati” dan “grup wakil bupati” yang menggambarkan adanya sekat yang mencolok di tubuh pemerintahan daerah.
Situasi semacam ini sangat memprihatinkan. Bagaimana mungkin bisa membangun daerah dengan optimal jika pemimpinnya tidak sejalan? Perselisihan di pucuk pimpinan hanya akan menjadi hambatan besar dalam mewujudkan pembangunan yang merata dan berkelanjutan.
Untuk periode lima tahun ke depan, masyarakat KBB tentu menaruh harapan besar kepada Bupati Jeje dan Wakil Bupati Asep Ismail. Masyarakat berharap sejarah perselisihan pemimpin daerah tak lagi terulang. Hubungan yang harmonis dan kolaboratif antara keduanya sangat penting, bukan hanya demi menjaga kepercayaan rakyat, tetapi juga demi kelancaran roda pemerintahan dan pembangunan.
Visi dan misi yang dulu disampaikan saat kampanye harus dijaga dan dijalankan bersama. Jangan sampai perbedaan pandangan menjadi alasan untuk saling menjatuhkan. Justru perbedaan harus dijadikan kekuatan dalam membangun KBB agar lebih baik.
Semoga Bupati Jeje dan Wakil Bupati Asep Ismail mampu menjadi teladan dalam membangun sinergi yang kuat, dan mampu membawa Kabupaten Bandung Barat menjadi daerah yang lebih maju, berprestasi, dan diperhitungkan baik di tingkat Provinsi Jawa Barat maupun nasional.*)