Liputan Khusus: Bukhori Muslim
BIPOL.CO, BANDUNG BARAT – MESKI perkembangan teknologi kesehatan terus maju dan berbagai program penanggulangan penyakit menebar hasil positif, Tuberkulosis (TBC) nyatanya masih menjadi momok di Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Dalam wawancara khusus bipol.co bersama Kepala Dinas Kesehatan KBB, Dr. dr. H. Ridwan Abdullah Putra, SpOG., Subsp.KFM, CH pada Jumat, (23/05/2025), terungkap bahwa ribuan kasus TBC masih tercatat setiap tahunnya.
“Kasus TBC di KBB memang masih cukup tinggi, tetapi hal ini juga menunjukkan sistem pelacakan dan deteksi dini kita semakin baik,” ungkap dr. Ridwan, membuka perbincangan dengan nada optimis.
Menurutnya, peningkatan angka kasus TBC belakangan ini bukan karena penyebaran yang kian meluas, melainkan karena keberhasilan dalam pelacakan dan pemeriksaan aktif di masyarakat. Dinas Kesehatan pun menargetkan tidak ada kasus yang terlewat, atau yang mereka sebut dengan zero missed case.
Yang mengkhawatirkan, kelompok usia produktif 15–54 tahun menjadi yang paling banyak terdampak. “Ini menjadi perhatian kami karena berdampak langsung pada produktivitas keluarga dan ekonomi. Bahkan, sudah ada juga kasus pada anak-anak, yang artinya penularan terjadi dalam lingkup rumah tangga,” tambahnya.
Untuk menangani TBC, Dinas Kesehatan KBB menjalankan program nasional TOSS TBC (Temukan, Obati Sampai Sembuh), memperkuat koordinasi dengan Puskesmas dan rumah sakit, serta menggunakan aplikasi SITB sebagai sistem pelaporan dan pemantauan. “Kami ingin semua pasien terdata dan mendapat pengobatan standar minimal enam bulan, tergantung jenis TBC-nya,” jelas dr. Ridwan.
Selain itu, pengobatan juga disokong oleh kunjungan rumah oleh petugas kesehatan, pemeriksaan kontak erat, dan edukasi terus-menerus. Fasilitas layanan kesehatan pun menjangkau hampir seluruh wilayah, meskipun tantangan tetap ada, terutama di daerah terpencil.
“Kami masih menghadapi kendala stigma masyarakat dan rendahnya kepatuhan pasien menyelesaikan pengobatan. Edukasi terus kami lakukan melalui media sosial, penyuluhan, hingga menggandeng tokoh masyarakat,” ujar dr. Ridwan.
Upaya ini tidak dijalankan sendiri. Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, rumah sakit, LSM seperti PR-TB dan STPI, hingga organisasi masyarakat lainnya dalam membangun pendekatan lintas sektor.
Strategi penyuluhan pun menyasar banyak lini—dari posyandu, sekolah, rumah ibadah, hingga tempat kerja—dengan pesan utama: batuk lebih dari dua minggu, segera periksa!
Melihat ke depan, dr. Ridwan mematok target tinggi: eliminasi TBC di KBB sesuai dengan target nasional tahun 2030. “Tahun 2025, kami menargetkan cakupan pengobatan di atas 90% dan tingkat kesembuhan lebih dari 85%,” katanya dengan penuh harap.
Di akhir wawancara, dr. Ridwan menekankan pentingnya dukungan masyarakat: “Jangan takut, jangan malu. TBC bisa disembuhkan. Yang paling penting adalah periksa sejak dini, dukung sesama, dan bersama-sama kita hilangkan stigma.”
Di tengah perjuangan panjang ini, harapan besar itu menyala dari tekad pemerintah dan peran aktif masyarakat. Kabupaten Bandung Barat pun melangkah pasti, satu per satu, menuju wilayah bebas TBC. (*)