BANDUNG, bipol.co – Masyarakat diimbau tidak menjadikan lembaga survei menjadi rujukan untuk memilih salah satu calon pada Pemilihan Presiden 2019. Pasalnya banyak ketidaksesuaian hasil akhir dari lembaga survei.
Pengamat Politik dan Pemerintahan Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Asep Warlan mengungkapkan hal itu, menanggapi hasil survai Indonesia Development Monitoring (IDM).
Menurutnya lembaga survei menjadi salah satu instrumen pembentukan pendapat publik yang dilakukan menggunakan data. Tetapi lembaga survei hanya menggunakan data variabel secara parsial, tidak secara global atau menyeluruh.
“Sebagai contoh Jokowi menang di survai LSI Kompas dan beberapa survei lainnya, ada survei yang lain mengatakan Prabowo menang. Itu merupakan fakta dari survei yang dibuat masing-masing calon,” katanya saat dihubungi bipol.co lewat telpon seluler, Rabu (03/04/2019).
Menurutnya, survei itu bergantung pada siapa yang menyurvei, bagaimana lembaga survei menggunakan teknis-teknis survei, kemudian beberapa mengaitkan darimana biaya untuk melakukan survei. Hal tersebut merupakan hal-hal sering kali menjadi pertanyaan publik.
Menurutnya, berkaca dari Pilkada tahun-tahun sebelumnya di Jakarta dan Jawa Barat, semua lembaga survei gagal memberikan hasil hasil akhir bagi masyarakat. Hal tersebut menandakan lembaga survei jauh dari fakta yang ada.
“Soal hasil masing-masing pasangan jauh dari hasil angka survei,artinya tidak bisa dianalisis dari angka akhir.Mesti dilihat dari prosesnya seperti apa, baru kita bisa menyatakan validasi reabilitas dari kehandalan sebuah survei,” tutupnya. **
Reporter : Abdul Basir
Editor : Ude D Gunadi