JAKARTA, bipol.co – Buku berjudul “Revolusi, Diplomasi, Diaspora: Indonesia, Tiongkok dan Etnik Tionghoa 1945-1947” karya Taomo Zhou memuat cuplikan dialog antara pentolan PKI DN Aidit dan tokoh komunis, sekaligus pendiri Republik Rakyat China, Mao Zedong.
“Yang menarik dari buku ini adalah transkrip dari percakapan Mao Zedong dengan Aidit pada tanggal 5 Agustus,” kata Prof Dewi Fortuna Anwar saat bedah buku itu, di Jakarta, Senin (29/7/2019).
Dewi Fortuna dihadirkan bersama Prof Asvi Warman Adam dan Johanes Herliyanto untuk membedah buku setebal 526 halaman terbitan Penerbit Buku Kompas itu.
Transkrip percakapan kedua sosok itu dihadirkan pada bab delapan yang mengangkat sub judul Tiongkok dan Gerakan 30 September, khususnya halaman 362-363 buku itu, dibuka dengan pertanyaan Mao Zedong.
Dari catatan di buku, transkrip percakapan itu bersumber dari arsip pusat Partai Komunis Tiongkok, tertanggal 5 Agustus 1965.
Menurut Dewi Fortuna, pembahasan dalam buku yang dilengkapi dengan transkrip percakapan Aidit dengan Mao Zedong itu menunjukkan bahwa Beijing tidak terlibat langsung dengan G30S/PKI.
“Tetapi, bukan berarti Beijing tidak mendukung upaya PKI suatu saat untuk merebut kekuasaan, baik melalui jalan partai atau jalan revolusioner,” katanya.
Sementara itu, Prof A Dahana selaku penerjemah ahli buku itu mengakui buku tersebut merupakan yang pertama mengungkapkan secara langsung percakapan antara Aidit dengan Mao Zedong.
“Dari percakapan ini membuktikan bahwa Aidit mengatakan akan melakukan tindakan yang kemudian menjadi G30S/PKI. Mao mendukung, tapi Mao tidak pernah tahu kapan Aidit akan melakukan itu. Itu menurut buku ini,” katanya.
Buku tersebut, kata Guru Besar Sinologi (Chinese Studi) Universitas Indonesia itu, mampu mengungkap seberapa jauh mengenai keterlibatan China terhadap G30S/PKI.
Diakui dia, selama ini peristiwa G30S/PKI selama ini menjadi kontroversi, khususnya mengenai peran China.
Meskipun sebenarnya, kata Dahana, buku tersebut belum bisa membuka seluruhnya mengenai peran China dalam peristiwa itu. Namun, menjadi terobosan awal bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
Penulis buku itu, Taomo Zhou adalah asisten professor pada Jurusan Sejarah, Nanyang Technological University, Singapura, yang ahli dalam bidang Tiongkok modern dan sejarah Asia Tenggara. (ant)**
Editor: Ude D Gunadi