“Memindahkan Ibu Kota Negara bukan perkara mudah. Perlu kajian serius dalam berbagai aspek sebelum membuat keputusan memindahkan ibu kota,” kata La Ode Ida pada diskusi “Indonesia Timur Bersuara” seperti dikutip melalui siaran pers Asosiasi Jurnalistik Indonesia Timur (AJIT), di Jakarta, Minggu (25/8/2019).
Menurut La Ode, Pemerintah perlu memperbanyak sumber rujukan dari berbagai pihak, terutama pada negara-negara yang pernah memindahkan ibu kota negaranya, agar Pemerintah benar-benar memiliki referensi kuat dan jelas tentang bagaimana dampak yang ditimbulkan setelah pemindahan ibu Kota Negara.
“Merujuk pada pengalaman dari beberapa negara-negara persemakmuran, seperti negara-negara di Afrika dan Australia, pemindahan Ibu Kota Negara tidak semulus dan sebaik yang dibayangkan,” katanya.
Mantan Wakil Ketua DPD RI ini menjelaskan, dari pengalaman yang ada, pada awal pemindahan ibu kota memperlihatkan aktivitas di ibu kota lama tetap ramai, sementara di ibu kota baru masih sepi. “Namun, rencana Pemerintah ingin memindahkan Ibu Kota Negara patut diapresiasi,” ujarnya.
Pria kelahiran Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, pada 1961 ini menambahkan, pemindahan Ibu Kota Negara tentunya akan menguntungkan daerah yang menjadi ibu kota baru. “Pemindahan Ibu Kota Negara hendaknya dikaji secara matang dan menyeluruh, tidak tergesa-gesa,” ucapnya.
La Ode juga mengakui untuk memindahkan Ibu Kota Negara, memerlukan anggaran yang sangat besar, yakni sekitar Rp500 triliun. Ini menjadi salah satu pertimbangan.
“Dengan anggaran yang sangat besar itu, maka keputusannya harus tepat dan cermat. Kalau Ibu Kota Negara tidak dipindahkan, anggaran sebesar itu dapat dimanfaatkan untuk program lain, akan lebih bermanfaat,” katanya. (ant)