“TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 masih berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat. Karena itu, tanpa disebutkan dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila pun, organisasi terlarang ini dan ajaran komunisme tidak mungkin lagi dibangkitkan kembali dengan cara apa pun,” kata Basarah dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (16/5).
Hal itu dikatakannya saat memberikan ceramah Pancasila secara virtual terhadap mahasiswa Pascasarjana Jurusan Ketahanan Nasional Universitas Brawijaya Jumat (15/5) sore.
Pernyataan Basarah tersebut juga untuk merespon ramainya pemberitaan mengenai Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang tidak mencantumkan Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/ 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Pelarangan ajaran Komunisme/ Marxisme, sebagai konsideran dalam RUU tersebut.
Menurut Basarah dalam Sidang Paripurna MPR RI Tahun 2003, MPR RI telah mengeluarkan TAP MPR Nomor I Tahun 2003 yang secara populer disebut dengan “TAP Sapujagat” karena berisi Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI sejak 1960 sampai 2002.
“Dan setelah keluarnya TAP MPR No I Tahun 2003 ini, MPR sudah tidak lagi punya wewenang untuk membuat TAP MPR yang bersifat mengatur keluar atau regeling,” ujarnya.
Kedua, tiga TAP dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan tertentu; ketiga, delapan TAP dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil pemilu; keempat, 11 TAP dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang.
“Kelima, sebanyak lima TAP dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib baru oleh MPR hasil pemilu tahun 2004. Terakhir sebanyak 104 TAP dinyatakan dicabut maupun telah selesai dilaksanakan,” paparnya.
Karena itu menurut dia, MPR saat ini sudah tidak lagi memiliki wewenang untuk membuat ataupun mencabut TAP MPR maka secara yuridis ketatanegaraan pelarangan PKI dan ajaran Komunisme dalam TAP MPRS XXV Tahun 1966 telah bersifat permanen.
Basarah menjelaskan TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 masuk dalam kelompok kedua dan dinyatakan masih berlaku jadi tidak perlu ada kekhawatiran PKI bakal bangkit lagi.
Menurut dia, UU tersebut memuat larangan menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, dengan ancaman pidana penjara dua belas tahun sampai dengan 20 tahun penjara namun tidak ada ruang lagi bagi PKI untuk kembali bangkit.
Selain itu Basarah mengulas ancaman gerakan Islam Transnasional yang sedang melakukan propaganda di Tanah Air, satu di antaranya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Menurut dia, sejak didirikan oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani di Palestina tahun 1953, organisasi yang mengusung konsep khilafah itu telah menyebar di banyak negara, termasuk di Indonesia.
“Sepak terjang HTI memang tidak identik melakukan tindakan kekerasan. Akan tetapi dakwah yang dipropagandakannya demikian berbahaya lantaran mengusung konsep Khilafah Islamiyyah, sebuah imperium tunggal yang melintasi lintas sekat-sekat wilayah negara dan menolak konsep nasionalisme bangsa Indonesia,” tuturnya.
Ketua DPP PDI Perjuangan itu mengatakan, HTI sebagai ormas telah dibubarkan tidak hanya berdasarkan Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, tapi juga oleh pengadilan hingga level Mahkamah Agung (MA).
Menurut dia, MA telah menolak permohonan kasasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bernomor 27 K / TUN / 2019 dan resmi diputus pada Kamis 14 Februari tahun 2019, untuk itu semua pihak untuk hanya berpegang pada Pancasila sebagai satu-satunya ideologi negara.
Menurut dia, sejak kelahirannya Pancasila tidak pernah bertentangan dengan agama tetapi justru keduanya saling melengkapi.
Dia mengatakan Pancasila sebagai dasar negara yang final juga telah diterima baik oleh dua organisasi Islam besar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah serta organisasi keagamaan lainnya. (net)