JAKARTA, bipol.co – Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Nas-Dem, Willy Aditya, meminta pengguna media sosial untuk tetap menjadikan media sosial sebagai medium komunikasi manusiawi karena makin banyaknya platform komunikasi digital yang hadir sebagai pilihan warga.
“Saat ini kita dihadapkan pada banyaknya platform media sosial untuk saling berhubungan dan berkomunikasi antarwarga. Akan tetapi, karena kemunculannya bukan berasal dari geliat perkembangan komunikasi alamiah antarwarga, banyak dampak yang tidak kita duga sebelumnya,” kata Willy dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Hal itu dikatakannya terkait memperingati Hari Media Sosial Nasional setiap 10 Juni.
Willy mengatakan bahwa komunikasi manusiawi yang sejak dahulu hadir lewat tatap muka langsung, harus terus menjadi titik pijak menggunakan media sosial.
Wakil Ketua Fraksi Partai Nas-Dem DPR RI itu menjelaskan hubungan tatap muka antarwarga yang dahulu terbatas teknologi, nyatanya justru memelihara keguyuban.
“Komunikasi tatap muka yang alamiah ada sejak lama, banyak memberi manfaat sosial yang masih belum tergantikan dengan platform media sosial apa pun,” ujarnya.
Ia menilai kurangnya komunikasi manusiawi memudahkan terjadinya salah paham, desas-desus, kabar bohong, dan itu yang sedang dihadapi sekarang dengan makin banyaknya kasus hukum di ranah media sosial.
Menurut dia, seseorang dengan mudah menciptakan informasi palsu, fitnah, dan lainnya, lalu memuatnya di media sosial dan akhirnya tersebar luas dan berakhir dengan tindakan hukum, sehingga mau sampai kapan begitu.
Namun, Willy mengakui banyak juga manfaat yang bisa diperoleh warga dari penggunaan media sosial, misalnya banyak peristiwa, pengalaman, dan pengetahuan yang mungkin belum pernah dialami dan diketahui warga, bisa diakses dengan bantuan perkembangan platform media sosial.
“Bahkan, saat ini media sosial pun bukan sekadar bersifat sosial sebagaimana adanya. Media sosial juga ternyata dapat memberi nilai tambah ekonomis bagi warga,” katanya.
Kalau mengikuti perkembangannya, kata dia, media sosial yang awalnya saling membentuk komunitas sosial, bahkan saat ini juga dipakai sebagai komunitas bisnis.
“Hebatnya lagi, media sosial menyediakan segmented market buat mereka yang mengembangkan bisnis. Dahulu dagang di Facebook, Twitter, dan lainnya itu tabu, sekarang bahkan telah dibuat legal,” katanya.
Ia mengajak warga untuk lebih banyak mempelajari dan mempraktikan bagaimana nilai ekonomis media sosial membangun komunikasi dengan pendekatan-pendekatan humanis, komunikasi manusiawi.
Willy menilai hampir nihil pengguna media sosial untuk bisnis memakai cara-cara komunikasi yang tidak manusiawi, bahkan pengguna media sosial dari kelompok ini berupaya untuk tahu bagaimana kebiasaan, pilihan-pilihan, dan kebijaksanaan warga media sosial.
“Pengguna media sosial untuk berbisnis itu lebih menampakkan sisi komunikasi manusiawi. Mereka lebih dialogis, persuasif, informatif, dan tidak jarang menghibur juga,” katanya.
Menurut dia, justru yang terlihat minim ditunjukan pengguna medsos yang hanya menggunakannya sebagai media sosial komunikasi tanpa tatap muka.
Ia menilai mereka cenderung garang, monolog, kaku, dan paling ekstrem menjadi penyebar suasana kemuraman sosial seperti fitnah, hoaks, dan perundungan.
Willy juga mengingatkan para pengguna media sosial untuk memajukan cara-cara komunikasi manusiawi dalam penggunaan media sosial.
Hal itu, menurut dia, bisa dilakukan apabila warga media sosial mulai mengedepankan pertimbangan integritas, kehormatan, dan aktualisasi diri warga lainnya sesama pengguna media sosial.
“Kita punya UU ITE, ke depan kita akan punya UU Pelindungan Data Pribadi dan lainnya yang bisa mempidana perilaku merendahkan kemanusiaan dalam bermedia sosial,” ujarnya.
Namun, menurut dia, menjadi bijak jika pengguna media sosial menetapkan standar perilaku humanis dalam menggunakan media sosial apa pun sehingga kasus-kasus hukum yang berkenaan dengan media sosial akan juga makin minim.*ant.
Editor: Hariyawan