PURWAKARTA, BIPOL.CO – Sejauh ini, penurunan angka stunting masih menjadi permasalahan yang memerlukan peran serta berbagai komponen masyarakat.
Pemkab Purwakarta, melalui Dinas Kesehatan terus melakukan pemetaan sasaran dan intervensi yang terfokus secara spesifik untuk menghadapi berbagai kendala dan permasalahan yang terjadi, berkaitan dengan upaya penurunan angka stunting.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta Deni Darmawan pada agenda Diseminasi dan Publikasi Stunting di Kabupaten Purwakarta tahun 2022 yang digelar di Prime Plaza Hotel, Jumat, 11 November 2022.
Menurut dokter Deni, pada Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting di Kabupaten Purwakarta telah menunjukkan penurunan yang signifikan, yaitu dari 23,42 persen di tahun 2019 menjadi 20,6 persen tahun 2021.
“Sampai saat ini stunting masih menjadi prioritas permasalahan yang perlu ditangani dimana pemerintah menargetkan prevalensi penurunan stunting sebesar 14 persen di tahun 2024,” kata dokter Deni.
Sementara, prevalensi stunting berdasarkan hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) tahun 2021 sebesar 5,8 persen dan menurun pada tahun 2022 sebesar 3 persen. “Angka tersebut menunjukkan bahwa upaya-upaya penurunan stunting di Kabupaten Purwakarta membuahkan hasil yang sangat optimal dengan penurunan diangka 1,8 persen,” kata Deni.
Ia juga mengungkapkan, bahwa stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Kondisi gagal tumbuh pada anak balita disebabkan oleh kekurannya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi berulang.
“Faktor penyebab hal itu diantaranya dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam 1000 HPK. Anak yang tergolong stunting adalah apabila panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional yang berlaku,” tutur Deni.
Kata dia, penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak panjang yang merugikan seperti terhambatnya tumbuh kembang anak.
Pasalnya, stunting juga mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini beresiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa nanti. Stunting juga menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting beresiko lebih tinggi menderita penyakit kronis saat masa dewasa.
“Oleh karena itu, penurunan stunting memerlukan intervensi yang terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyeban langsung dan intervensi gizi sensitive untuk mengatasi penyebab tidak langsung. Selain itu diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan pemerintah dan lintas sektor dan diperlukan pendekatan yang menyeluruh, mulai dari tingkat kabupaten sampai ke desa,” kata Deni.
Lebih jauh, Deni mengatakan, Dinas Kesehatan kini telah mendapatkan data hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) tahun 2022 dan sudah dapat diketahui kondisi status gizi masing masing desa baik presentase stunting, gizi buruk dan masalah gizi lainnya.
Dari data ini, diharapkan agar Perangkat Daerah dan ayah Bunda Stunting yaitu Camat dan Ibu Camat bersangkutan dapat merencanakan kegiatan yang mengarah terhadap penurunan jumlah balita stunting dan gizi buruk mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan dan desa.
Deni mengatakan, desiminasi dan publikasi data hasil BPB merupakan salah satu komponen penilaian Bangda Pusat untuk melihat bagaimana kinerja penanggulangan stunting di tingkat kabupaten.
“Oleh karena itu mohon kegiatan ini ditindaklanjuti dengan kegiatan serupa di masing-masing kecamatan dan didokumentasikan sebagai bukti pelaksanaan Aksi 7 Konvergensi Stunting,” demikian Deni Darmawan.(*)