JAKARTA,bipol.co – Kenaikan harga tiket pesawat terbang yang terjadi sejak akhir tahun 2018, termasuk penerapan bagasi berbayar berpengaruh kurang baik bagi industri pariwisata dan merugikan UMKM di seluruh Indonesia.
Hal ini menjadi temuan temuan Komite II DPD RI saat berkunjung ke Bandara Kualanamu di Deli Serdang, Sumatera Utara serta Bandara Sultan Hasanudin di Maros, Sulawesi Selatan pada 15 Februari 2019.
Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta Minggu disebutkan, Komite II mencatat harga tiket pesawat terbang naik 40 persen hingga 120 persen sejak akhir tahun 2018. Ini merupakan kenaikan yang tertinggi dalam sejarah industri penerbangan di Indonesia.
“Kenaikan ini berada di atas kemampuan masyarakat dan tidak sesuai dengan daya beli masyarakat,” kata Wakil Ketua Komite II Parlindungan Purba dalam kunjungan kerjanya ke Bandara Kualanamu.
Diungkapkannya, dari data yang dipaparkan Angkasa Pura II dan data lain yang dihimpun Komite II. Jumlah penumpang pada Januari 2019 tercatat 763.894 orang, turun hampir 20 persen dibandingkan dengan jumlah penumpang pada Januari 2018 yang berjumlah 953.565 orang.
“Penurunan 20 persen ini dinilai terlalu tinggi sebab belum pernah terjadi penurunan sebesar ini sebelumnya. Jumlah penumpang pesawat terbang yang merosot ini tentu saja memukul industri pariwasta di daerah,” ujar Parlindungan.
Dampak lebih jauh, tegas Parlindungan, omzet pedagang dan toko di bandara maupun objek wisata di berbagai daerah di Indonesia ikut turun.
“Harus dicatat bahwa seluruh pedagang di bandara dan di tempat tujuan wisata itu adalah UMKM dan rezeki mereka hampir seluruhnya berasal dari wisatawan,” katanya.
“Kita harus menjaga pertumbuhan bisnis mereka agar jangan merosot,” sambung Wakil Ketua Komite II Pendeta Charles Simaremare pada kesempatan kunjungan kerja ke Bandara Sultan Hasanudin, Makassar, Sulawesi Selatan.
Meskipun, otoritas bandara di Kuala Namu dan Sultan Hasanudin menunjukkan bahwa kenaikan harga tiket pesawat ini belum melewati peraturan tarif batas atas yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga berjadwal Dalam Negeri.
Hanya yang disayangkan, jelas Charles, maskapai penerbangan menetapkan harga tiket pada posisi yang tertinggi dari range yang diizinkan. Berdasarkan catatan Angkasa Pura, harga tiket pesawat yang dicek oleh otoritas bandara secara acak pada 15 Februari 2019, sudah mencapai 80 persen dari batas harga atas.
Bahkan sekitar 35 persen dari tarif tertinggi tersebut sudah mencapai harga paling tinggi atau 100 persen dari harga tertinggi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 tahun 2016. “Kondisi seperti inilah yang memberatkan masyarakat,” kata Charles.
“Komite II mendorong dan meminta kepada semua pemangku kepentingan agar permasalahan harga tiket ini dapat segera dicarikan solusi terbaik,” pungkasnya.[hyt/ant]