JAKARTA,bipol.co – Presiden Joko Widodo menegaskan meski terjadi perbaikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK), namun tingkat pungutan liar (pungli) di bidang pelayanan kesehatan dan catatan sipil masih besar.
“Saya juga mendapat informasi berdasarkan survei dari LSI (Lembaga Survei Indonesia) maupun ICW (Indonesia Corruption Watch) bahwa kita juga makin bebas pungli dari 2016 ke 2018 surveinya menunjukkan pungli pelayanan kesehatan dari 14 persen menjadi 5 persen tapi tetap masih ada 5 persen itu ‘gede’,” kata Presiden di Istana Negara Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam acara “Penyerahan Dokumen Aksi Pencegahan Korupsi tahun 2019-2020” dan laporan Pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi tahun 2019.
Laporan tersebut merupakan implementasi dari Peraturan Presiden (Perpres) No 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Korupsi yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pada 20 Juli 2018.
“Pungli catatan sipil dari 31 persen jadi 17 persen, tetap ‘gede’ tapi kita ingin semua angka ini turun jadi 0 persen,” tambah Presiden.
Sedangkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2018 yang dirilis Transparency International Indonesia (TII) pada 2018 menunjukkan kenaikan tipis yaitu dari 37 pada 2017 menjadi 38 pada 2018.
IPK 2018 mengacu pada 9 survei dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik di 180 negara dan teritori. Skor 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.
“Terima kasih empat tahun terakhir kita terus-menerus gencar menekan perilaku korupsi, sehingga IPK kita jadi lebih baik dari 34 pada 2014 menjadi 38 pada tahun 2018, tidak ada alasan bagi kita untuk menunda-nunda aksi pemberantasan korupsi,” tambah Presiden.
Presiden menegaskan bahwa pemerintah ingin pemberantasan korupsi dapat berjalan lebih cepat dan giat.
“Karena kita tahu korupsi musuh kita bersama sebagai bangsa, penyakit yang menggerogoti kesejahteraan rakyat, dinding yng menghalangi kita maju dan menghalangi kita untuk menegakkan konstitusi bangsa Indonesia,” tegas Presiden.
Dalam laporannya, Ketua KPK Agus Rahardjo sekaligus Koordinator Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Korupsi mengatakan bahwa stranas tersebut punya tiga fokus.
“Perpres mengenai Strategi Nasional Pencegahan Korupsi mempunyai 3 fokus yaitu pertama perizinan dan tata niaga, kedua keuangan negara dan ketiga penegakan hukum,” kata Agus.
Satgas sudah merumuskan 11 aksi dan 24 subaksi yang harus dilakukan secara cepat.
“Pertama menyelenggarkan kemudahan perizinan. Dalam kemudahan perizinan ini fokus utama adalah ‘online single submission’ (OSS) dan PTSP (perizinan terpadu satu pintu). Kami harapkan yang tergabung dalam OSS ini bukan hanya pemda tapi juga kementerian-kementerian di pusat,” ungkap Agus.
Kedua, keuangan negara dengan melakukan integrasi e-budgeting dan e-planning.
“Ketiga penegakan hukum. Kami ingin agar penegakan hukum terpadu mulai polisi, jaksa, pengadilan sampai lapas terintegrasi dengan baik. Hari ini masing-masing bagian sudah punya sistem informasi tapi tidak terintegrasi, mudah-mudahan memperbaiki penegakan hukum kita dan reformasi bisa dilakukan,” tambah Agus.
Dalam acara tersebut hadir para menteri Kabinet Kerja, Jaksa Agung HM Prasetyo hingga para kepala negara seperti Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawangsa, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Nurdin Abdullah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan para kepala daerah lainnya.[ant]