SUKABUMI,bipol.co – Banyaknya korban berjatuhan dari mulai sakit hingga meninggal dunia akibat kelelahan selama penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019, harus menjadi pembelajaran bagi KPU jika ingin melaksanakan pemilu serupa di 2024 mendatang.
Menurutnya, ada dua solusi yang bisa diterapkan KPU pada Pemilu 2024. Pertama, dilakukan tidak serentak yang artinya kembali seperti Pemilu 2014.
“Namun, mau disatukan atau dipisahkan kenapa tidak menggunakan sistem E-Voting yang jauh lebih sederhana, akurat, tepat. Terlebih dari sisi anggaran lebih efisien dan negara-negara maju sudah melakukan itu. Contohnya India dengan penduduk 1,3 miliar menggunakan e-voting,” kata Asep Deni kepada bipol.co, Sabtu (27/4/2019).
Pasalnya, jelas Asep, dengan pemilu serentak beban yang dirasakan penyelenggara sangat berat. Bukan saja pemilih yang dipusingkan dengan lima surat suara berukuran besar, tetapi juga KPPS, PPS termausk saksi dan petugas harus menghitung dan melakukan pleno yang panjang sehingga butuh energi luar biasa.
Solusi kedua, ungkap Asep Deni, memasuki era industri 4.0 terjadi otomasi yang semuanya menggunakan cyber technology.
“Bukan sesuatu yang sungkar bagi Indonesia karena memiliki umber daya yang cukup dan jangan khawatir di hacker. Perbankan mampu bisa membuat ATM (Anjungan Tunai Mandiri) berlaku di seluruh dunia, imigrasi juga sama dalam pembuatan paspor,” katanya.
Jika Pemilu 2024 ingin menerapkan sistem e voting yang ditunjang dengan cyber technology, tentu membutuhkan tahapan-tahapan infrastruktur teknologi selama empat tahun kedepan.
“Sehingga pemilu akan datang tidak menjadi masalah, hanya ada pemilih dan pengawas yang langsung terhubung ke pusat data. Namun, sebelum itu haru diperbaiki dulu data penduduk dan pemilih agar big data menjadi sangat akurat,” tutur Asep Deni.**
Editor : Herry Febriyanto