BANDUNG,bipol.co – Pengamat Politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah mengingatkan Politisi dan Publik untuk tidak berlebihan dalam menafsirkan People Power dan Makar.
Menurutnya pemahaman dasar tentang People Power dan Makar harus terlebih dahulu dipahami secara saksama.
“People power tidak ada dalam kamus politik, itu hanya istilah yang menggambarkan gerakan sosial masyarakat dalam menuntut pemenuhan aspirasinya, dengan cara turun ke jalan atau aksi. Lalu dalam politik, makar adalah upaya menjatuhkan kekuasaan yang sah dengan cara inkonstitusional,” kata Dedi saat dihubungi bipol.co pada Jumat (10/05/2019).
Ia mengungkapkan bahwa ukuran makar itu setidaknya harus ada keterlibatan salah satu alat negara. “Publik tidak bisa melakukan makar jika tidak didukung oleh salah satu alat negara, semisal militer, atau mungkin parlemen,” ungkap Dedi.
Sekaitan dengan itu, mengenai People Power, Dedi berpandangan bahwa Indonesia masih dalam keadaan Stabil. Menurutnya dalam kondisi seperti ini, People Power hanya pengalihan istilah dari unjuk rasa. Namun Ia tidak menampik jika dalam kondisi genting, terjadi reformasi misalnya, maka people power itu bisa mendominasi dari kelompok diam.
“People power bisa saja menjelma menjadi makar, kalau kekuatannya membesar dan dominan,” paparnya.
Dedi menambahkan bahwasanya gerakan People Power tidak selalu diukur dengan banyaknya massa yang melakukan aksi. “Tidak ada ukuran ideal, karena (People Power) tidak bicara jumlah tetapi soal pengaruh. Sedikit saja yang melalukan, tetapi jika pelakunya para tokoh berpengaruh, maka bisa saja menjadi people power,” tambahnya.
Mengenai aksi yang dilakukan oleh Egi Sudjana, Dedi berpandangan hal tersebut merupakan hal yang lumrah. Aksi tersebut hanya merupakan wujud menyampaikan aspirasi.
“Tentu terlalu jauh mengartikan kegiatan itu sebagai makar. Aksi itu sama seperti aksi yang lain, tidak ada yang mengkhawatirkan,” tandasnya.**
Reporter : Rahmat Kurniawan
Editor : Herry Febriyanto