PROSES masuknya Islam ke Tatar Sunda berbeda dengan di daerah lainnya di Nusantara. Hal ini terjadi karena sebelum agama Islam datang, masyarakat Sunda telah memiliki budaya tinggi yang menjadi adat istiadat warisan leluhur. Sehingga masyarakat Sunda bisa menerima ajaran keislaman dengan tangan terbuka.
Sejumlah catatan menyebutkan, hal yang berkaitan dengan ajaran dan budaya Sunda tersebut terlihat dari pepatah, nasihat, yang biasa didendangkan oleh anak-anak atau para remaja zaman dahulu. Para sastrawan Sunda kala itu juga selalu mengutip ajaran Islam dalam karyanya.
Sebagai contoh kecil kata “saum” dan “siam” dalam Bahasa Sunda merupakan kutipan murni dari Bahasa Arab. Saum digunakan untuk makna menahan diri tidak mengucapkan sesuatu yang tidak berguna. Sedangkan Siam bermakna menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seks demi karena Allah sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Jejak keislaman urang Sunda tercatat sejak tahun 1913. Disebutkan, kebiasaan urang Sunda tatkala menjelang Ramadan dan merayakan hari Lebaran. Dari mulai nadran/nyekar, kuramas/diangir mandi, ngadulag (pukul beduk) hingga bersalaman antarwarga setelah khatib turun dari mimbar setelah salat Idulfitri. Hal ini menjadikan Sunda dan Islam saling beririsan secara langsung.
Sejarah puasa tertulis, sejak zaman Alexandria pimpinan Batlimus. Kala itu, tradisi puasa biasa dilakukan dalam rangka menjaga kesehatan. Bahkan di negeri Yunani kuno, dokter Hippocrates, yang hidup pada abad ke-5 SM, telah menyusun cara-cara puasa untuk terapi pengobatan.
Lain halnya di negeri Tiongkok, pada abad ke-6 SM, seorang tabib bernama Shu Jhu Chi menulis satu bab khusus dalam kedokterannya tentang terapi puasa dan terapi makanan. Tidak hanya terkait dengan kesehatan raga, pemikir filsafat bernama Epicurus (341-270 SM), menjadikan puasa sebagai salah satu memberdayakan kekuatan pikiran dan kreativitasnya. Umat Hindu dan Budha pun berpuasa sesuai dengan ajaran dan kitab sucinya.
Kata ”puasa” berasal dari bahasa Sanskerta yaitu ”upa” yang berarti dekat atau mendekat, dan ”wasa” yang berarti Tuhan. Upawasa atau puasa bermakna mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Mahakuasa.
Bagi umat Islam di Tatar Sunda, puasa pda bulan Ramadan tidak dianggap hanya ritual biasa. Puasa begitu istimewa. Saking sakralnya, orang Sunda akan melakukan berbagai tradisi tahunan sebelum, saat, dan setelah Ramadan.
Kuatnya kebudayaan Sunda bersatu dengan Islam ditunjukkan dengan tak lekangnya kebiasaan tersebut. Meski hanya diwariskan oleh orang tua kepada anak cucunya melalui cerita dan tindakan saja.
Nah para wargi, budaya Sunda sangat berisisan dengan Islam maka wajib menjaga agar Budaya Sunda dan Islam tetap selaras dan harmoni. Tentu dengan mewariskan Islam dalam budaya Sunda kepada anak cucu kita.* suhendro dradjad. (rls)
Editor Deden .GP