BANDUNG, bipol.co – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 mendapat banyak sorotan masyarakat. Masyarakat menilai PPDB dengan menggunakan jalur zonasi ini dianggap menimbulkan permasalahan baru.
Salah satu orang tua, Lilis Setiawati, mengatakan hingga saat ini anaknya belum mendapatkan sekolah untuk melanjutkan pendidikan. Ia mengatakan anaknya tidak lolos masuk sekolah (negeri) karena hitungan jarak (zonasi). Padahal, ia menyebutkan ada anak yang diterima, padahal alamatnya lebih jauh.
“Saya daftar ke sekolah negeri itu dengan titik koordinat saya 430 meter. Saya lihat tetangga saya yang lebih jauh daripada saya, di Web PPDB 238 meter. Saya cek lagi di google maps ternyata 530 meter. Di situ sudah ada kebohongan,” kata Lilis di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Rabu (3/7/2019)
Lilis menuturkan, dirinya sudah mencoba konfirmasi ke pihak sekolah atas temuan tersebut. Namun Lilis mengatakan pihak sekolah tidak dapat berbuat banyak, bahkan dirinya diminta untuk pulang.
“Saya coba konfirmasi ke pihak sekolah, tidak ditanggapi. Alasannya karena data sudah ada tidak bisa diubah, silakan ibu pulang, Ini sudah kesepakan pihak sekolah dan dinas,” paparnya.
Dia mengatakan dirinya sudah menncoba mendaftarkan anaknya ke sekolah swasta, namun pihak sekolah swasta tersebut juga menolak dengan alasan kouta sudah habis. Sampai saat ini anaknya belum menemukan sekolah untuk melanjutkan pendidikan. Bahkan, ia merasa sangat sedih karena anaknya terus menanyakan tentang tempat untuknya bisa bersekolah.
“Sampai sekarang anak saya statusnya belum jelas, mau sekolah di mana.
Saya minta pemerintah yang bijak terbuka hatinya memperjuangkan anak-anak kami. Saya sangat sedih karena kerap menanyakan, ‘Mama sekolah di mana. Mama saya sekolah di mana’,” ucapnya sambil terisak.
Iman Rohayadi, salah satu guru sekolah swasta di Bandung juga menemukan persoalan pada PPDB dengan menggunakan sistem zonasi ini. Menurutnya, sekolah yang berstatus negeri sangat jauh dari tempat tinggalnya, sehingga dirinya pesimis anaknya bisa lolos ke sekolah yang berstatus negeri.
“Ketika anak ingin masuk ke sekolah negeri, jadi terhambat karena zonasi. Rumah saya di Sukajadi, di situ (paling dekat) ada SMA 15, 6, 9, 2, tetapi di wilayah Sukajadi tidak ada SMA negeri sehingga out semua,” kata Iman.
Iman juga menyebutkan akibat dari PPDB dengan sistem zonasi ini memiliki satu kelemahan yang rentan disalahgunakan. Menurutnya, syarat pendaftaran yang menggunakan keterangan domisili dapat dimanipulasi.
“Selain itu, ketika muncul zonasi banyak domisili palsu. Banyak domisili yang berseliweran dibuat pada saat itu (dadakan), pihak sekolah tidak mengecek data manual, hanya mengecek data online. Sementara seharusnya Kartu Keluarga (KK) yang berlaku itu, KK atas nama orangtua, bukan domisili yang dibikin pada hari itu. Ini suatu kepincangan,” tegasnya.**
Rahmat Kurniawan
Editor: Hariyawan