Perubahan itu, lanjut dia, bisa dilakukan dengan beberapa cara, yakni DPR melakukan revisi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Desakan terhadap revisi terbatas UU Pemilu, kata Arief, KPU merasa perlu mengatur tentang aturan terpidana korupsi yang mencalonkan diri dalam Pemilu.
“KPU juga perlu merevisi mengenai e-rekapitulasi untuk melengkapi UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada,” ujarnya. Arief menyebutkan, revisi terbatas UU Pemilu dapat memperkuat PKPU.
“KPU kan mengatur dalam aturan KPU. Pembuat UU mengatur dalam UU, otoritas dan kewenangannya. Kalau mau kuat, ya, tentu dari UU-nya,” ujarnya.
Oleh karena itu, KPU akan mendorong Komisi II DPR RI untuk melakukan revisi terbatas UU Pemilu. “Kami bicara itu dalam rapat konsultasi dengan pemerintah dan DPR. Mudah-mudahan pembahasan itu, ide itu, bisa mendorong mereka segera revisi,” kata Arief.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyarankan adanya revisi terbatas Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Revisi ini diperlukan salah satunya untuk merealisasikan aturan yang melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri di Pilkada 2020. “Ada alasan sangat kuat bahwa untuk Pilkada 2020 harus dilakukan revisi terbatas untuk Pilkada,” kata Titi.
Menurut dia, Peraturan KPU saja tidaklah cukup, maka perlu dibuat pasal dalam undang-undang yang mengatur pelarangan eks koruptor maju di Pilkada. (ant)
Editor Deden .GP