BANDUNG,bipol.co – Tak terasa kepemimpinan Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum di Jawa Barat sudah satu tahun. Selama kurun waktu tersebut sudah banyak prestasi yang dicapai melalui program unggulan.
Investasi
Percepatan pembangunan Jawa Barat dapat dilihat di sektor investasi. Pemprov Jawa Barat berhasil menciptakan iklim investasi yang kondusif, SDM yang mumpuni, dan infrastruktur yang akseptabel. Tiga hal tersebut membuat Jawa Barat menjadi destinasi menarik bagi banyak investor. Apalagi, Jawa Barat punya potensi di berbagai bidang, seperti perkebunan, industri, dan pariwisata.
Menanjaknya grafik investasi di Jawa Barat terlihat dari realisasi dana investasi yang diperoleh. Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) pada Semester I Tahun 2019, jumlah investasi yang direalisasikan di 27 Kabupaten/Kota Jawa Barat sebesar Rp 68,9 triliun.
Realisasi dana investasi tersebut meningkat Rp 9,5 triliun pada periode yang sama di tahun 2018, yakni Rp 58,1 triliun. Peningkatan investasi ini juga berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja yang grafiknya juga terus meninggi. Jumlah penyerapan tenaga kerja dalam kurun yang sama mencapai 71.573 orang. Tidak heran apabila Jawa Barat menyabet penghargaan Platinum Provinsi Besar kategori Investasi dalam Indonesia Attractiveness Award (IAI) 2019.
Guna menarik investor, Pemprov Jawa Barat berencana membuat Special Economic Zone (SEZ) atau Kawasan Ekonomi Khusus dengan nama Rebana. Kawasan tersebut berada di antara Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Pelabuhan Patimban, dan Cirebon.
Jarak pelabuhan dengan bandara yang tergolong dekat – sekira 30 menit perjalanan – menjadikan Rebana sebagai primadona bagi investor. Selain itu, harga tanah di kawasan tersebut tergolong rendah. Pun demikian dengan upah buruhnya. Saat ini, Rebana masih dalam tahap perencanaan dan pembangunan infrastruktur menuju kawasan tersebut, seperti Tol Cisumdawu.
Kang Emil menyatakan, keberadaan Rebana dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dari sekira 5-6 persen menjadi 8-10 persen.
“Hasil kajiannya, kalau kawasan ini berhasil, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat bisa melompat dari 5-6 persen menjadi 8-10 persen. Rebana juga diharapkan dapat mendatangkan tiga juta lapangan pekerjaan dan perputaran ekonomi di kawasan tersebut jelas akan semakin cepat,” katanya.
Proses perizinan yang mudah dan cepat adalah kunci peningkatan investasi, namun hal ini masih menjadi kendala bagi investor yang menaruh minat di Jawa Barat. Untuk memperlancar proses perijinan, Pemdaprov Jawa Barat mulai mengembangkan teknologi guna memangkas waktu proses perizinan.
Plt. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Daud Achmad mengatakan, hal yang dapat dilakukan Pemdaprov Jawa Barat adalah memastikan proses perizinan ini bisa berjalan cepat, meskipun prosedur yang ditempuh cukup panjang.
Salah satu caranya dengan memaksimalkan teknologi. Nantinya, kata Daud, pemohon izin tidak perlu repot datang ke kantor DPMPTSP. Mereka bisa mengajukan izin secara online. Kemudian, pemohon dapat mengecek sudah sampai mana permohonan diproses, apa masih dalam perkembangan teknis atau sudah masuk proses penandatanganan.
“Itu yang kita lakukan untuk mempermudah perizinan, terutama dalam segi kecepatan. Kemudahan perizinan tentu akan menumbuhkan kepercayaan investor,” kata Daud.
Selain kemudahan perizinan, Pemprov Jawa Barat pun membuka keran informasi dengan membentuk West Java Investment Center (WJIC) di DPMPTSP. Nantinya, WJIC menyediakan semua informasi yang dibutuhkan investor. Mulai dari peluang investasi di Jawa Barat, prosedur, waktu, dan biaya.
Ketersediaan informasi, kata Emil, akan berdampak pada pengambilan keputusan investor. Jika ketersediaan informasi minim, maka investor akan kesulitan menggambarkan investasi Jawa Barat. Selain WJIC, Pemdaprov Jawa Barat pun membuat buku menu investasi.
“Buku menu investasi ini diapresiasi semua pengusaha internasional karena memuat semua informasi tentang rencana proyek termasuk informasi mengenai nilai proyek, luas lahan, dan pembiayaan,” ucap Emil.
Proactive Government
Pemprov Jawa Barat juga menerapkan proactive government untuk mengakselerasi investasi. Artinya, Pemprov Jawa Barat mengunjungi langsung investor potensial untuk berinvestasi di Tanah Pasundan.
Kunjungan kerja Gubernur Jawa Barat ke Inggris dan Swedia pada 21 sampai 26 Juli 2019 menjadi bukti sahih. Selama enam hari berada di Benua Biru, Emil mengadakan 26 pertemuan dengan sejumlah institusi dan investor potensial.
Hasil dari kunjungan kerja tersebut, Emil membawa oleh-oleh investasi. Perusahaan ritel asal Swedia, IKEA, akan membangun gerai baru di Kota Baru Parahyangan, Kabupaten Bandung Barat. Pembangunan sendiri ditargetkan selesai pada November 2020.
Tim West Java Creative Craft yang sempat mengunjungi IKEA memperkenalkan berbagai produk kerajinan Jawa Barat. Dengan harapan, kerajinan Jawa Barat dapat masuk gerai IKEA di Indonesia. Saat ini, ada beberapa produk Indonesia yang sudah masuk IKEA, seperti kursi rotan.
Kemudian, kesepakatan soal pembangunan pengolahan sampah plastik menjadi biodiesel dengan Plastic Energy. Nilai investasi tersebut sekira Rp3 triliun. Pembangunan pengolahan sampah plastik menjadi biodiesel itu akan dilakukan di lima daerah, yakni Bogor, Bandung Raya, Bekasi, Tasikmalaya, dan Cirebon.
Nilai investasi satu lokasi mencapai Rp630 miliar. Proses pengkajian sampai perizinan ditargetkan selesai pada akhir 2019, sehingga pembangunan bisa dimulai Januari 2020. keberadaan pengolahan sampah plastik menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah sampah plastik, terutama di sungai Citarum dan laut.
“Di era sekarang proactive government sangat penting. Kita bukan ekonomi jaga warung yang berharap ada pembeli datang,” ucap Emil.
“Proactive Government itu sebuah keharusan. Ibaratnya seperti kendaraan, jika tidak diterapkan maka mobil Jawa Barat akan melaju seperti pelan, dengan proactive mobil Jawa Barat diharapkan bisa melaju lebih cepat. Termasuk di sektor investasi,” tambahnya.
Ketika investasi terus meninggi, perputaran uang di Jawa Barat semakin besar. Lapangan kerja meluas. Dengan begitu, tingkat penggangguran di Jawa Barat bisa terus ditekan. Masuknya investor ke Tanah Pasundan dapat mempercepat laju ekonomi mikro. Dan sudah dipastikan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat akan terus meningkat secara merata.
Desa Juara
Selain membuka pintu investasi selebar-lebarnya, Pemprov Jawa Barat di bawah kepemimpinan Emil-Uu fokus pada pembangunan desa. Tujuannya tentu saja supaya ketimpangan sosial masyarakat pedesaan dan perkotaan tergerus.
Saat ini, ada tiga problem krusial desa di Jawa Barat. Pertama, ketimpangan angka kemiskinan dan digitalisasi pedesaan dengan perkotaan tinggi. Kemudian, Indeks Desa Membangun di Jawa Barat masih rendah. Dari 5.312 desa, hanya 37 desa yang berstatus desa mandiri pada 2018. Problem terakhir berkaitan dengan sistem keuangan desa yang belum maksimal.
Berangkat dari tiga problem tersebut, Pemprov Jawa Barat melahirkan inovasi bernama Desa Juara yang memiliki tiga pilar, yakni digitalisasi layanan desa, One Village One Company (OVOC), dan Gerakan Membangun Desa (Gerbang Desa).
Dari tiga pilar tersebut turun sederet program, seperti Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Jembatan Gantung Desa (Jantung Desa), Jalan Mulus Desa, Sapa Warga, dan banyak program lainnya. Intinya, program-program itu dirancang untuk menyelesaikan tiga problem krusial pedesaan.
One Village One Company (OVOC)
Selama satu tahun kepemimpinan Emil-Uu, banyak program yang sudah terealisasi. Terkait OVOC, sudah ada 596 BUMDes yang aktif kembali, 272 BUMDes baru terbentuk, dan 746 BUMDes yang akan dibentuk oleh Patriot Desa pada 2019.
Kehadiran BUMDes tidak hanya diharapkan membuat roda ekonomi desa berputar semakin cepat, tetapi juga potensi desa dapat dimaksimalkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Desa Digital
Soal digitalisasi layanan desa, ada 600 wifi terpasang – lokasi pemasangan dominan di desa-desa blank spot atau desa tidak memiliki koneksi internet sama sekali. Jika koneksi internet desa baik, program lainnya yang berkaitan dengan layanan publik dan arus informasi, seperti Sapa Warga, dapat terealisasi.
Di sektor perikanan, 1.039 kolam yang menggunakan teknologi smart auto feeder. Lewat teknologi itu, memberi pakan ikan bisa menggunaka gawai. Hal tersebut membuat panen bisa naik dari dua menjadi empat kali dalam setahun. Persentase pendapatan pun melonjak sekira 30 sampai 100 persen. Dengan koneksi internet yang lancar, pemasaran ikan pun dapat dilakukan secara online.
Gerakan Membangun Desa (Gerbang Desa)
Pembangunan infrastruktur pun gencar dilakukan di desa, seperti Jantung Desa. Pada 2019, DPM-Desa Jawa Barat akan membangun 23 Jantung Desa yang tersebar di beberapa Kabupaten. Jantung Desa dibangun untuk mempermudah akses sekolah dan memperbaiki konektivitas antar desa.
Pemprov Jawa Barat pun telah meluncurkan Mobil Aspirasi Kampung Juara (Maskara). Mobil yang akan disebar ke 126 desa itu dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan masyarakat desa. Misalnya, mengangkut hasil pertanian atau perkebunan. Selain itu, Maskara bisa memutar film karena dilengkapi dengan layar besar.
Terealisasinya sederet program tersebut menunjukkan bahwa pembangunan desa di Jawa Barat sudah dalam koridor tepat. Sehingga, pada empat tahun ke depan, target menjadikan desa sebagai center of development dan center of budgeting bisa terwujud.
“Kami berharap orang desa bisa tetap tinggal di desa namun dengan rezeki kota. Untuk itu kami menghadirkan berbagai inovasi seperti penyediaan internet untuk membantu peningkatan kehidupan masyarakat desa. Internet ini bukan dipakai untuk medsos saja, namun untuk pemasaran produk,” kata Emil.
One Pesantren One Product (OPOP)
Ketimpangan kemiskinan antara pedesaan dan perkotaan tidak hanya dituntaskan melalui Desa Juara, tetapi juga program-program yang menyasar pesantren. Di bawah kepemimpinan Emil-Uu, Pemprov Jawa Barat memerhatikan kesejahteraan dan keberlangsungan pesantren di Tanah Pasundan.
Program One Product One Pesantren (OPOP) menjadi salah satu upaya Pemprov Jawa Barat untuk menjadikan pesantren sebagai pusat ekonomi keumatan. Dengan adanya kegiatan ekonomi, pesantren tidak akan mengandalkan iuran santri dan sumbangan dalam menggelar proses pendidikan.
Menurut Wagub Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, pesantren di Jawa Barat kerap didera masalah finansial. Saat kiai di salah satu pesantren meninggal dunia, jumlah santri dan pemasukan kerap menyusut. Lambat laun, pesantren tersebut akan redup dan hilang. Padahal, pesantren menjadi salah satu aset negara dalam mencetak generasi muda yang unggul.
“Maka, solusinya adalah kami membuat program untuk mendukung bidang ekonomi di Pondok Pesantren agar Pondok Pesantren hebat dan tetap ada,” kata Uu.
Untuk merealisasikan OPOP, Pemprov Jawa Barat Jawa Barat menjajaki kerja sama dengan pemerintah Belgia untuk mengembangkan sapi di Jawa Barat. Kerja sama dilakukan untuk memenuhi kebutuhan daging sapi masyarakat tanpa harus impor.
Nantinya, kerja sama tersebut akan disinergikan dengan pesantren-pesantren dalam pengembangan sapi Belgia. Sapi belgia atau belgium blue sendiri sudah dikenal ke seantero dunia memiliki kualitas daging nomor wahid. Dengan begitu, program OPOP dapat berjalan dengan baik dan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi tanpa harus impor.
“Kami ingin memadukan potensi di Jabar dengan pesantren. Sehingga, pondok pesantren akan melahirkan santri-santri tangguh. Nantinya, santri akan melakukan pelatihan dan kunjungan ke Belgia untuk pengurusan pelatihan,” kata Uu.
Selama satu tahun OPOP berjalan, sudah ada 1.074 pesantren yang dinyatakan lolos seleksi, dan berhak mendapatkan hadiah, pelatihan dan pendampingan usaha. Jumlah pendamping OPOP sendiri mencapai 130 pendamping. Jumlah itu akan terus bertambah seiring dengan keseriusan Pemdaprov Jawa Barat untuk menyejahterakan pesantren.
Jabar Innovation Fellowship (JIF)
Atensi Pemprov Jawa Barat di bawah kepemimpinan Emil-Uu tertuju juga kepada generasi muda –generasi cikal bakal pemimpin Indonesia. Sejumlah program diluncurkan guna mengeluarkan potensi dan meningkatkan kualitas generasi tersebut, seperti Jabar Innovation Fellowship (JIF).
Selain itu, Pemprov Jawa Barat menginisiasi JIF. JIF sendiri adalah program magang untuk memberikan ruang bagi generasi muda berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Nantinya, generasi muda akan terlibat dalam pengembangan dan penyelenggaraan program-program strategis Jawa Barat.
JIF merupakan salah satu contoh penerapan teori pentahelix (unsur pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, pengusaha, dan media). Yang mana pihak lain di luar pemerintah dapat berkontribusi dalam pembangunan Jawa Barat.
Tujuan JIF sendiri adalah untuk mencari aspiran muda yang memiliki gagasan untuk membangun bangsa. Selama JIF, peserta dapat mempelajari ilmu kepemimpinan dengan mengikuti kegiatan rapat-rapat kedinasan.
Emil juga berharap JIF bisa menjadi tempat pendidikan terbaik untuk mempersiapkan dan mengasah generasi muda menjadi inovator yang kompeten dan profesional pada masa mendatang. “Jadilah inisiator, jadilah akselerator,” katanya.
Tidak hanya itu, Pemprov Jawa Barat juga menyoroti kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pasalnya, SMK kerap menjadi penyumbang pengangguran tertinggi di Jawab Barat. Situasi tersebut menggambarkan bahwa kurikulum SMK tidak sesuai dengan kebutuhan industri.
Oleh karena itu, Pemprov Jawa Barat akan melakukan evaluasi SMK di Jawa Barat agar disesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industry di Indonesia khususnya Jawa Barat.
Jabar Masagi
Selain pembenahan SMK, Pemprov Jawa Barat pun fokus terhadap pembentukan karakter generasi muda khususnya pelajar melalui program Jabar Masagi dengan membekali nilai-nilai baik yang menekankan pada pendidikan budi pekerti dan nilai-nilai kearifan lokal. Kualitas generasi muda dapat dilihat dari empat aspek, yakni IQ tinggi, EQ berakhlak, SQ ahli ibadah, dan kondisi fisik yang baik.
“Program Jabar Masagi ini terdiri dari empat nilai, surti, harti, bukti, dan bakti. Itu dari filosofi Sunda yang cinta agama, bela negara, jaga budaya dan cinta lingkungan. Jadi pintar saja tidak cukup. Dan ini menjadi tantangan dalam mempersiapkan SDM Jawa Barat yang unggul di mata dunia,” kata Emil.
Kolecer dan Candil
Pemprov Jawa Barat juga meluncurkan sejumlah program guna meningkatkan kualitas SDM, terutama generasi muda, seperti Kolecer (Kotak Literasi Cerdas), Candil (Maca Dina Digital Library).
Dua program tersebut diluncurkan karena minat baca orang Indonesia, termasuk Jawa Barat tergolong rendah. Berdasarkan hasil survei, masyarakat Indonesia lebih senang menghabiskan waktu dengan berselancar di ruang cyber.
Oleh karena itu, Pemprov Jawa Barat berharap keberadaan Kolecer dan Candil dapat meningkatkan minat baca generasi muda yang terkukung gawai. Padahal, di ruang cyber, informasi sulit dikendalikan dan sukar menerka mana manfaat, mana mudarat.
Dalam pelaksanaannya, di tahun 2018, ada 26 Kolecer yang telah disebar di Kabupaten/Kota Jawa Barat dan 150 Kolecer hingga akhir 2019. Sedangkan, pembuatan Candil sudah rampung dengan jumlah koleksi mencapai 474 judul dan 1.422 eksemplar.
Jabar Quick Response
Selain itu, terdapat pula program-program yang diluncurkan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Pemprov Jawa Barat memandang kebutuhan masyarakat itu dinamis. Maka itu, diperlukan inovasi untuk menyelesaikannya.
Salah satunya dengan meluncurkan Jabar Quick Response (JQR). JQR sendiri menjadi perwujudan bahwa negara bisa hadir dengan cepat dalam sebuah sistem. Masyarakat yang mengalami berbagai persoalan kemanusiaan dapat melaporkan via media sosial.
Nantinya, tim JQR akan merespons dalam waktu cepat, melakukan verifikasi, dan berupaya menyelesaikan persoalan yang dialami masyarakat. Mulai dari pembayaran rumah sakit sampai renovasi rumah yang rusak akibat bencana.
Selama satu tahun kepemimpinan Emil-Uu, rata-rata waktu yang dibutuhkan JQR untuk menuntaskan satu persoalan sekira 1 sampai 3 hari. Selain itu, JQR juga berhasil mendorong 6 Kabupaten/Kota untuk membentuk Tim Respons Cepat.
Jabar Saber (Sapu Bersih) Hoax
Pemprov Jawa Barat juga membentuk unit kerja yang bernama Jabar Saber Hoax dan menjadi pemerintah daerah pertama yang berinisiatif membentuk tim verifikasi informasi ini. Tim di bawah naungan Dinas Komunikasi dan Informatika ini bertugas untuk memverifikasi segala bentuk informasi yang meresahkan masyarakat khususnya melalui media sosial atau ranah digital. Dengan adanya Jabar Saber Hoax, Pemdaprov Jawa Barat berupaya meningkatkan literasi digital serta sikap kritis masyarkat terhadap keberadaan berita bohong yang meresahkan dan membuat produktivitas menurun.
“Pemprov membentuk Jabar Saber Hoaks, karena adanya dinamika pembangunan hari ini. Tidak ada tupoksi di struktur formal, tapi ada kebutuhan, maka dalam teori Government 3.0, kuncinya adalah memenuhi kebutuhan masyarakat,” ucap Emil.
Setelah diluncurkan, Jabar Saber Hoax menerima 3.859 aduan masyarakat terkait infomasi bohong. Setiap pekan, Jabar Saber Hoax pun merilis lima informasi bohong yang beredar di masyarakat selama satu minggu.
Selain itu, Jabar Saber Hoax memanfaatkan media sosial untuk memberikan informasi bermutu kepada masyarakat. Tercatat 951 konten, baik mengenai klarifikasi hoaks dan literasi digital, telah diunggah Jabar Saber Hoax.
Perjalanan Masih Panjang
Sejumlah terobosan, gagasan segar, dan program Pemprov Jawa Barat di bawah kepemimpinan Emil-Uu dapat dirasakan.
Darina Maulana, misalnya, peserta JIF itu mendapatkan pelajaran selama magang di instansi pemerintahan. Dia pun akhirnya mengetahui dinamika pemerintahan dalam pengambilan kebijakan untuk masyakarat.
Akan tetapi, kata Darina, yang paling penting dari JIF adalah tekanan dan tanggung jawab besar diberikan atasan. Hal itu menjadi pemantik dirinya untuk terus berkembang. Selama magang, lanjutnya, banyak persoalan yang mesti dia tuntaskan secara profesional.
“Ekspektasi yang besar dan tekanan yang diberikan atasan membuat saya terus berpikir bagaimana cara menyelesaikan tanggung jawab. Dari situ juga saya mendapatkan banyak pelajaran. Yang terpenting, saya bisa berkembang,” ucapnya.
Kemudian, Kepala Desa Majasarai, Kabupaten Indramayu, Wartono, mengatakan bahwa kehadiran Maskara memudahkan dirinya untuk menyosialisasikan program Desa, Kabupaten, Provinsi, dan Pusat.
Selain itu, Wartono menyebut kebahagiaan masyarakatnya perlahan meninggi. Pasalnya, Maskara tidak hanya digunakan sosialisasi program, tetapi juga memutar film sekaligus menjadi aset berharga manakala masyarkat membuat kegiatan.
Kehadiran Pemprov Jawa Barat dirasakan juga oleh Desa Kalimukti –salah satu desa yang berada di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Warga Desa Kalimukti bahkan mengatakan, untuk kali pertama, Pemdaprov Jawa Barat memberikan bantuan.
“Banyak terimakasih atas terealisasinya bantuan anggaran dari DPM-Desa Jawa Barat. Baru kali ini desa kami mendapatkan bantuan dari Pemdaprov Jawa Barat,” ucap salah satu warga desa Kalimukti.
Apa yang diucapkan Darina, Wartono, dan Warga Desa Kalimukti menggambarkan, program-program Pemdaprov Jawa Barat dapat menyentuh berbagai kalangan masyarakat. Namun, sulit menilai apakah Pemdaprov Jawa Barat di bawah kepimpinan Emil-Uu berhasil – telalu cepat, masih prematur.
Meski begitu, apa yang diucapkan ketiga pihak tersebut cukup untuk memastikan bahwa roda pemerintahan dan pembangunan Pemprov Jawa Barat berputar di atas kepentingan masyarakat, meski apa yang telah dicapai belum maksimal.(rls)
Editor : Herry Febriyanto