SUKABUMI, bipol.co – Ribuan umat Islam yang tergabung dalam Aliansi Muslim Indonesia Raya (AMIR) menggelar aksi damai di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi, Jumat (6/9/2019). Di hadapan wakil rakyat mereka menyampaikan aspirasinya menolak OBOR China dan pemindahan Ibukota. Bukan hanya itu, mereka menolak faham komunis, syiah, liberal, sekuler, kenaikan BPJS, kriminalisasi ulama, dan tangkap penghina Islam dan ulama.
Aksi tersebut diawali dengan sholat Jumat berjamaah di Mesjid Agung, lalu long march dari depan Mesjid Agung melewati Jalan A. Yani-Jalan Zaenal Zakse-DPRD Kota Sukabumi. Sampai di Gedung DPRD, mereka melakukan orasi di hadapan wakil rakyat yang baru dilantik, yaitu Muchendra dari Fraksi PPP; Syihabudin, Lukman dan Wawan Juanda dari Fraksi PKS; Melan Maulana Galuh Naufal Munawar, dan Lionel dan Olih Solihin dari Fraksi Gerindra; Tanti dan Priatman Maman dari Fraksi Golkar; Maming dan Deden Solehudin dari Fraksi Demokrat; dan Kepala Perwakilan BPJS Kesehatan Sukabumi, Yasmine Ramadhana Harahap.
Ketua Aksi AMIR sekaligus Ketua BJI Presidium Sukabumi Raya, Budhy Lesmana, menyampaikan petisi yang ditandatangani Wali Kota Sukabumi, H. Achmad Fahmi, yang ikut hadir menanggapi aksi damai tersebut agar bisa disampaikan ke Pemerintah Pusat maupun Presiden Jokowi.
Budhy juga menyampaikan petisi untuk ditandatangani oleh perwakilan DPRD Kota Sukabumi, yang dilakukan oleh Syihabudin untuk disampaikan ke DPR RI. Terakhir petisi disampaikan ke BPJS Sukabumi untuk disampaikan ke BPJS Pusat.
Petisi yang disampaikan AMIR, di antaranya Proyek OBOR (One Belt One Road) atau BRI (Belt Road Inisiative) semenjak ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Rakyat China telah terbukti merusak sendi-sendi ketahanan bangsa, jeratan utang yang mengakibatkan negara harus menarik semua subsidi untuk rakyat. Industri vital dalam negeri sedikit demi sedikit mulai kolaps karena serbuan bahan murah China, tenaga kerja China sudah tidak lagi dikendalikan dan menggerus lapangan kerja lokal. Pemindahan Ibukota negara dipandang akan merusak tatanan sejarah bangsa, Jakarta adalah Indonesia, Indonesia adalah Indonesia. Negara Indonesia diproklamirkan di Jakarta. Secara kajian, negara telah tunduk pada proposal asing dan kroni-kroninya di Indonesia, sehinga skema pembiayaan mayoritas dikuasi oleh utang BUMN dan swasta, seyogyanya pemindahan Ibukota harus mendapatkan justifikasi legal dari jutaan masyarakat Indonesia.
“Mendesak Pemerintah dan DPRD untuk menghentikan kerja sama dengan RRC dalam proyek OBOR atau BRI, menolak pemindahan Ibukota negara dari Jakarta, mendesak untuk menindak kelompok separatisme yang hendak memisahkan dari NKRI, hentikan kriminalisasi bendera tauhid dan mengakui sebagai bendera umat Islam, hentikan kriminalisasi ulama dengan alasan radikalisme,” papar Budhy.
Terakhir, Budhy menyampaikan menolak kenaikan iuran BPJS, kenaikan TDL, dan kebijakan lain yang tidak berpihak kepada mayoritas rakyat Indonesia.
“Ada 36 elemen yang tergabung dalam AMIR, tujuan utama adalah menolak penjajahan China dalam bentuk apa pun. Kita akan menghentikan polemik rencana pemindahan Ibukota negara dari Jakarta ke Kalimantan, karena itu menyalahi konstitusi, merusak tatanan sejarah, dan merusak sendi-sendi bangsa yang lain,”ujarnya
Selanjutnya AMIR akan terus memantau petisi tersebut sampai ke tujuan yang dimaksud. Menurut Budhy, apa yang terjadi saat ini menambah beban masyarakat karena biaya yang diserap APBN hanya 19 persen dan sisanya dibebankan kepada rakyat pada hutang.**
Reporter: Firdaus
Editor: Hariyawan