BANDUNG, bipol.co – Perasatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Barat akan menyanpaikan usulan soal statemen Dewan Pers ketentuan legalitas media dalam verifikasi Dewan Pers.
Hal itu disampaikan Ketua PWI Jawa Barat Drs Hilman Hidayat, MSi, menanggapi usulan dalam pembahasan komisi A, saat penutupan Koferensi Kerja II Pengurus Provinsi dan Dewan Kehormatan Provinsi PWI Jawa Barat periode 2019-2021, di Hotel Horison, Jalan Pelajar Pejuang, Bandung, Kamis (5-12-2019).
Komisi A dalam usulan pembahasannya meminta agar Dewan Pers tidak melakukan statmen yang bisa menprovokasi media, kaitan legalitas media yang harus diverifikasi.
“Sebenarnya kita akan merumuskan dulu statmen apa. Tapi kita menerima masukan dari anggota di lapangan yang mengeluhkan adanya statmen Dewan Pers tersebut, yang saya dengar kasusnya sebagian mereka (media-red) sedang mengajukan proses verifikasi,” kata Hilman, kepada Bipol.co, usai penutupan konferensi kerja.
Dikatakan Hilman, selama proses legalitas dan verifikasi media, itu banyak kendala. Baik soal adimistrasi, waktu dan lain sebagainya.
“Dalam jeda waktu itu bukan berarti mereka ilegal, apa lagi ada sebagian dari mereka secara hukum sudah mendaftatkan ke notaris dan kemenkumham, bahwa perusahaanya belum terverifikasi oleh Dewan Pers karena sedang diajukan,” ucapnya.
Usulan komisi pada konferensi kerja PWI tersebut, tutur Hilman, akan ditampung kemudian akan membuat surat resmi ke PWI Pusat mengenai statmen itu, dan diharapkan bisa didialogkan oleh pihak Dewan Pers dan PWI Pusat.
“Namun saya melihat tidak ada niat buruk dari Dewan Pers dalam statemennya. Cuman mungkin kalau misalnya dipersepsikan seolah-olah kiita jadi pekerja ilegal, mungkin nanti ada arahan dari PWI pusat ke Dewan Pers. Kita dari PWI Jabar sesuai hasil konferensi akan melaporkan ke PWI Pusat,” ujar Hilman.
Statemen Dewan Pers, kata Hilman, seperti gunung es yang dipersepsika berat, tapi bila dilihat ke bawah (daerah-red) persoalannya tidak sesederhana itu.
“Kita semua inginnya media itu legal, versi Dewan Pers salah satunya terverifikasi. Tapi untuk prosesnya seperti itu tidak mudah, memerlukan biaya, waktu, bahkan kadang kita sudah punya persyatan legalitasya tapi kadang kantor tidak ketemu, kadang masih di rumah, kadang punya pegawai tapi urusan pajak, BPJS nya belum diberesin. Kalau perusahaan gede-gede mungkin bisa dan akan sebentar ngurusnya,” papar Hilman.
Hilman mengatakan, Indonesia negera bebas. Masyarakat boleh berpendapat, termasuk perusahaan pers. “Siapa saja silahkan bikin, tapi persyaratannya kan butuh waktu dan tidak semua media mampu,” ucapnya.
Untuk menilai media mana legal dan ilegal, kata Hilman, PWI tidak berwenang. PWI hanya mengurus profesi. “Kalau menanyakan ke SMSI (Serikat Media Siber Indonesia) atau ke yang lain mungkin bisa. Begitu juga kaitan batasan media terverifikasi, PWI tidak berwenang karena itu ranah Dewan Pers,” jelasnya.
Kaitan masalah usulan adanya advokasi di tiap daerah, Hilman menyatakan, masih agak berat. “Saya tidak bisa bayangkan kalau tiap daerah ada bantuan hukum. Namun itu akan dikaji. Kita mungkin bisa kerjasama dengan perguruan tinggi seperti Unpas dan UNISBA semoga bisa kerjasama,” katanya.
Kaitan UKW PWI Provinsi Jawa Barat, tuturnya, pernah ada usulan dari perguruan tinggi agar ada uji kompetensi jurnalistik, bukan uji kompetiai wartawan. Karena mahasiswa juga ingin dalam ujian akhirnya betul betul kompeten dalam ilmu jurnalistiknya.
Mengenai usulan digelarnya Porwarda di daerah, menurut Hilman, akan dikaji oleh SIWO.
Ada 38 poin yang menjadi pembahasan dalam sidang pleno pada Konferensi Kerja yang diibahas melalui tiga Komisi. Yaitu Komisi A organisasi dan advokasi, Komisi B program bidang dan Komisi C bidang rekomondasi.
“Semua usulan dalam konferensi kerja akan direliasasikan,” kata Hilman.
Reporter Deddy
Editor Deden.GP