“Pemisahan pileg dan pilpres namun harus menyesuaikan dengan Putusan MK. Terlebih saat ini ada yang mengajukan ‘judicial review’ kepada MK terkait ketentuan tersebut,” kata Baidowi di Jakarta, Jumat (6/12).
Menurut dia, ketika pileg-pilpres disatukan pada tahun 2019, pelaksanaannya hingga dini hari atau melewati tanggal 17 April sehingga membuat penyelenggara kecapaian.
Poin kedua, menurut dia, perlu pengaturan keserentakan masa jabatan KPUD agar tidak mengganggu tahapan pemilu.
“Hal ini agar nanti kalau ada sengketa yang menghadapi adalah KPUD yang lama,” katanya.
Usulan tersebut, menurut dia, untuk memberikan alternatif bagi rakyat menentukan pilihan.
“Kalau calonnya banyak maka pilihan semakin variatif,” katanya.
Dia menjelaskan poin keempat usulan dalam revisi UU Pemilu adalah metode penghitungan suara menggunakan “quota hare”.
Poin kelima, limitasi sengketa proses di Bawaslu, tidak ada lagi sengketa setelah rekapitulasi nasional ditetapkan; dan poin keenam, dana saksi disubsidi negara secara proporsional.
Menurut dia, enam poin tersebut merupakan hasil inventarisasi yang dilakukan Fraksi PPP DPR RI dan apabila ada kemungkinan tambahan poin, akan disampaikan dalam usulan yang diajukan fraksi.
Sebelumnya, Badan Legislasi DPR RI menetapkan 50 RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, salah satunya revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. (ant)