PURWAKARTA, bipol.co — Pemerintah Kabuten Purwakarta mendorong setiap desa untuk memiliki tempat pengelolaan sampah secara mandiri di 2020 ini, sehingga nantinya pengelolaan lingkungan di desa itu lebih tertata.
“Kami akan menguatkan komitmen dengan pemerintah desa soal pengelolaan lingkungan ini. Ke depan, jika lingkungan desa itu kotor dan tidak tertata baik, kami sudah menyiapkan sanksi bagi perangkat desanya. Untuk sanksinya, honorarium perangkat desa hingga tingkat RT/RW-nya tidak akan diberikan,” ujar Anne Ratna Mustika, belum lama ini.
Selain dengan pemerintahan desa, sambung Anne, pihaknya telah meminta dinas terkait untuk menaikkan pajak hingga tiga kali lipat bagi para pemilik kost-kostan dan kontrakan yang memiliki lebih dari 10 pintu, namun tidak menyiapkan tempat pengelolaan sampah untuk penghuninya.
“Selama ini, penghuni kost-kostan dan kontrakan disinyalir jadi penyumbang terbesar produksi sampah, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan. Makanya, ini jadi catatan kami,” jelas dia.
Anne menjelaskan, sebenarnya kebijakan yang dikeluarkannya ini bukan semata-mata karena berdampak pada estetika lingkungan di wilayahnya, atau karena pemerintah terbebani dalam hal pengelolaan sampah. Tetapi lebih daripada itu, pihaknya ingin menyelamatkan masyarakat dari ancaman lain yang timbul dari lingkungan yang kotor ini.
“Kalau lingkungannya kotor, jelas kualitas hidup masyarakat pun terancam. Dampaknya, bisa muncul penyebaran penyakit dan terparah bisa menimbulkan bencana banjir,” jelas dia, seperti dikutip dari laman purwakartakab.go.id.
Anne mencontohkan, di beberapa titik di Purwakarta kerap terjadi genangan air cileuncang di kala hujan turun. Menurutnya, luapan air ini terjadi karena banyak tumpukan sampah yang menyumbat saluran air.
Dalam hal ini, Anne pun menyayangkan masih ada di pihak yang asal-asalan dalam melakukan pembangunan. Misalnya, pembangunan minimarket atau rumah makan. Buktinya, di beberapa titik pihaknya melihat masih ada bangunan yang menutup gorong-gorong yang selama ini menjadi saluran air di lingkungan tersebut.
“Kalau saluran airnya tertutup bangunan, jelas airnya meluber ke jalan. Akhirnya apa yang terjadi, ya banjir cileuncang,” kata Anne.
Untuk itu, Anne mengajak seluruh lapisan untuk bersama-sama menyamakan persepsi dan menguatkan komitmen dalam hal menjaga lingkungan. Menurutnya, kalau hanya mengandalkan pemerintah, tidak akan selesai dalam waktu singkat.
“Menyelamatkan lingkungan, harus menjadi bagian dari komitmen bersama. Artinya, tidak hanya mengandalkan pemerintah, tapi seluruh elemen dan stakeholder juga harus terlibat tanpa terkecuali,” pungkasnya.**
Editor: Hariyawan