Wimboh seperti dikutip siaran pers OJK, Rabu (29/1), menyampaikan hal itu dalam dua acara rangkaian Konferensi The Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD) di Boulogne, Perancis Selasa waktu setempat.
Wimboh mendapatkan kepercayaan menyampaikan sambutan pembuka pada Tri Hita Karana Roadmap di the OECD Private Finance for Sustainable Development Conference serta menjadi pembicara penutup pada Roundtable on Country Platform Collaboration yang digelar oleh Sustainable Development Investment Partnership.
Wimboh mengatakan The Sustainable Banking Network (SBN) Global Progress Report pada tahun lalu telah mengumumkan bahwa Indonesia pada posisi dua negara teratas dunia yang telah mencapai tahap matang dalam pengembangan dan reformasi keuangan berkelanjutan.
Menurut dia, hal itu dicapai antara lain karena semua bank umum (kecuali BPR) telah mematuhi peraturan keuangan berkelanjutan dengan mengajukan rencana aksi mereka dalam menerapkan prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan.
“Ketentuan ini akan diikuti oleh BPR satu tahun dari sekarang. Oleh karena itu, kami diharapkan sektor perbankan hijau akan berjalan secara keseluruhan pada tahun 2021,” kata Wimboh.
Pencapaian portofolio dalam kategori kegiatan bisnis yang berkelanjutan pada 2019 mencapai sekitar Rp763 triliun pada 2019 atau 9 persen dari total pembiayaan yang didistribusikan, dan salah satu bank telah menerbitkan Obligasi Keberlanjutan Global (Global Sustainability Bonds) dengan tenor 5 tahun, tingkat kupon 3,95 persen dengan nilai sekitar 500 juta dolar AS.
“Angka-angka itu merupakan pencapaian di pasar kami, menandakan peningkatan kepercayaan pasar dalam pembiayaan proyek yang berkelanjutan,” kata Wimboh.
Pencapaian itu, menurut Wimboh, juga bersumber dari infrastruktur keuangan berkelanjutan yang telah dibangun OJK. Roadmap Keuangan Berkelanjutan pertama diluncurkan pada 2014.
Roadmap ini, yang merambah ke seluruh sektor keuangan, termasuk bank, non-bank dan pasar modal, terbukti sangat berguna dan berkontribusi positif pada komitmen nasional dalam mengatasi perubahan iklim dan mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon yang kompetitif.
Sebelumnya, pada Juli 2017, OJK juga telah mengeluarkan Kebijakan Holistik Keuangan Berkelanjutan, dengan tujuan untuk menghijaukan seluruh sistem keuangan.
Hal itu mencakup definisi keuangan berkelanjutan, prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan, dan rencana kerja untuk perbankan, pasar modal, dan sektor non-bank.
Mengenai pengembangan ke depan pembiayaan keuangan berkelanjutan, Wimboh mengatakan perlu dirumuskan campuran pendekatan top-down dan bottom-up untuk mempercepat implementasi keuangan berkelanjutan.
Pendekatan top-down dilaksanakan melalui penetapan pedoman dan standar implementasi, sedangkan pendekatan bottom-upberasal dari good practiceyang ditemukan pada proyek kerja lapangan.
Wimboh mencontohkan Forum Tri Hita Karana tentang Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance) pada 2018 yang berhasil membangun 33 proyek keuangan berkelanjutan yang sebagian besar telah dilaksanakan pada tahun 2019, dan menyisakan beberapa proyek untuk diluncurkan dalam waktu dekat.
Sebagian besar proyek ini telah dimulai 2019 lalu dan bervariasi dari panas bumi ke tenaga air, transportasi dan satelit telekomunikasi.
OJK juga tengah mengembangkan skema blended finance (proses pembiayaan yang melibatkan pihak swasta dan Industri Jasa Keuangan) sebagai salah satu solusi alternatif pembiayaan berbagai proyek dalam menggerakkan ekonomi yang ramah terhadap lingkungan namun sesuai bagi private investor, termasuk di Indonesia.
Sebagai regulator di sektor jasa keuangan, OJK memandang pengembangan skema blended finance sangat penting tidak hanya untuk mendorong pembiayaan proyek-proyek pembangunan ekonomi tetapi juga dalam memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan memperhatikan aspek lingkungan hidup.
Untuk itu, OJK siap untuk membangun ekosistem yang diperlukan, mereformasi regulasi dan menyesuaikan dengan kondisi di lapangan agar pembiayaan skema ini dapat diterima dan menarik investor global.