“Saya punya konsepsi atau pemikiran idealnya secara kelembagaan Kementerian BUMN ini seperti sebuah otoritas yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan setingkat dengan kementerian,” ujar Abra di Jakarta, Jumat (7/2).
Abra mengatakan nantinya peran komisioner BUMN itu memilih dan menentukan pengurus (komisaris dan direksi) di masing-masing BUMN serta juga menentukan peta jalan BUMN ke depan.
“Komisioner BUMN ini seperti komisioner KPK yang tidak bisa diintervensi baik oleh pemerintah dan DPR RI, betul-betul profesional,” katanya.
Saat ini terdapat wacana apakah Kementerian BUMN perlu dibubarkan atau tidak? Atau dibentuk holding dan superholding seperti pernah digulirkan oleh Menteri BUMN Kabinet Indonesia Kerja Rini Soemarno.
“Filosofis rencana pembentukan holding dan superholding dari Ibu Rini saat itu yang saya tangkap adalah supaya tidak ada lagi atau membatasi intervensi dari pihak-pihak luar terhadap Kementerian BUMN dan perusahaan-perusahaan BUMN,” ujar peneliti Indef tersebut.
Menurut Abra, pada intinya bagaimana membatasi intervensi dari pemerintah, DPR RI dan pihak-pihak luar non-BUMN. Jadi BUMN berada di tengah-tengah (independen).
Pembentukan super holding BUMN merupakan bagian dari cetak biru Kementerian BUMN jangka panjang.
Menurut Rini, pembentukan super holding BUMN sangat dibutuhkan, sebab dengan begitu perusahaan-perusahaan “plat merah” itu bisa bergerak leluasa dan lebih lincah dalam pengembangan bisnisnya sesuai dengan sistem korporasi.
Sedangkan Menteri BUMN Erick Thohir akan mengubah konsep super holding BUMN menjadi subholding yang fokus pada masing-masing kegiatan unit usaha.
Erick mencontohkan BUMN Pelindo yang saat ini terdiri dari Pelindo I, II, III dan IV akan dibagi menjadi fungsinya seperti pelabuhan peti kemas, curah dan sebagainya tidak berdasarkan regionnya. (net)