BANDUNG, bipol.co – Teori “Hybrid Bussiness Model 5.0” yang dibahas dalam disertasi berjudul “Melalui Bisnis Fintech dalam Meningkatkan Marketing Performance di Indonesia” berhasil mengantarkan Direktur Kepatuhan Bank BJB, Agus Mulyana, meraih gelar doktor Ilmu Manajemen dari Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Gelar tersebut diraih Agus Mulyana melalui Sidang Kandidat Doktor di Aula Sekolah Pascasarjana UPI, Kota Bandung, Senin, dan ia dinyatakan lulusan dengan nilai cumlaude, atas teorinya sehingga berhak menyandang gelar doktor Ilmu Manajemen.
Agus menuturkan saat ini perubahan dan pertumbuhan teknologi informasi digital sangat cepat, sehingga semua sektor, baik jasa, manufaktur atau agrikultur, semua mengarah serta memanfaatkan perkembangan teknologi digital, terjual industri keuangan yang berbasis fintech.
“Akan tetapi perkembangan fintech tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perubahan global. Sementara revolusi Industri 4.0 terdapat banyak kelemahan dalam bidang Fintech, di mana semuanya dituntut serba otomasi,” katanya.
Ia mengatakan dalam satu sisi perkembangan digital saat ini sangat menguntungkan dalam segi efisiensi dan efektivitas dalam kehidupan manusia.
“Tapi pada sisi lain, rendahnya Intellectual Capital SDM dari suatu negara akan menjadi kelemahan di negara tersebut. Bahkan manusia tergantung dengan mesin,” katanya.
“Sedangkan ketergantungan terhadap teknologi yang terlalu tinggi akan mengikis norma-norma Agama, Budaya dan Kehidupan Sosial yang menjadi tujuan hidup manusia dalam bernegara,” lanjut dia.
Oleh karenanya, dirinya menawarkan model baru yakni Hybrid Bussiness Model 5.0.
Dia menjelaskan teori ini merupakan sinergisitas antara Intellectual Capital yang melahirkan Innovation serta Information Technology Capability yang menghasilkan Value Creation.
Ia mengatakan sinergisitas kedua unsur tersebut akan menghasilkan suatu kekuatan yang besar untuk meningkatkan perekonomian suatu bangsa.
Terlebih untuk membangun ekonomi suatu negara agar tumbuh lebih baik dan maju, tidak hanya dibangun dengan kekuatan mesin dan teknologi yang tinggi, akan tetapi juga harus berkolaborasi antara intelectual Capital Society yang berbasis manusia.
Dia mengatakan Hybrid Business Model ini sangat cocok diterapkan di Indonesia karena adanya batasan budaya dan agama sehingga peran manusia tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh Teknologi.
“Untuk peran manusia yang tidak bisa digantikan oleh teknologi dinamakan Intellectual Capital dan hal ini yang menghasilkan Innovation,” kata dia.
Hybrid Business Model berbasis Inovasi tersebut disebut sebagai Business Model 5.0.
Lebih lanjut ia mengatakan pemerintah Indonesia dapat mulai memprioritaskan pengembangan Intellectual Capital sejak dini dalam mengantisipasi transformasi teknologi digital yang sangat cepat untuk menuju tahun 2021.
Sementara untuk bisa membangun Intelectual Capital berupa Moral, Sikap, Perilaku, Tata Krama, Agama, Integritas, serta Kepatuhan pada Aturan dan Ketentuan, bisa mulai dibangun sejak pendidikan usia dini sampai perguruan tinggi.
Ia mengatakan, tekadnya menyelesaikan studi doktoral tak lepas dari niatnya memberi sumbangsih kepada mayarakat karena secara karier dirinya telah menempati posisi tertinggi pada industri perbankan.
“Jadi saya ingin menjadi role model bagi keluarga. Bahwa belajar tidak ada batasnya. Selain menambah ilmu, tapi juga bagaimana memberi manfaat kepada mayarakat,” kata dia.
Teori “Hybrid Bussiness Model 5.0” tersebut rencananya akan dipatenkan dan akan membuat bukunya.
“Karena itu menjadi hak cipta temuan baru maka akan dipatenkan. Siapa yang akan mengakui, itu komunitas keilmuan dan bantuan teman-teman media yang membranding,” kata dia.
Dirinya juga akan mempresetasikan teori tersebut ke OJK dan pelaku fintech.* ant.
Editor: Hariyawan