“Oleh sebab itu, kita harus mencari pasar baru (negara lain), karena kita tidak tahu berapa lama virus corona itu bisa hilang. Sebab, kalau hasil industri tidak bisa diserap China, mereka (industri) ‘terpaksa’ harus mengurangi likuiditasnya, kan sayang,” tutur Agus di Balai Diklat Industri Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (10/2).
Menurut dia, China adalah satu di antara negara tujuan ekspor terbesar dari hasil produk industri Indonesia Selain itu, negara tersebut menyerap banyak produk ekspor dari Indonesia.
Dengan merebaknya virus corona, kata dia, harus dilihat apakah daya beli baik itu masyarakat maupun industrinya akan turun atau tidak. Bila turun tentu memengaruhi permintaan untuk barang ekspor Indonesia ke China.
Berkaitan dengan impor barang dari Negeri Tirai Bambu itu, Agus mengemukakkan, ada pengaruhnya karena pasti ada proses produksi di Tiongkok yang memengaruhi industri dalam negeri dalam hal bahan baku.
Ia mencontohkan banyak bahan baku yang dibutuhkan industri di Indonesia harus diimpor dari negara lain termasuk China. Karena keterbatasan dan ada wabah di sana maka bahan yang digunakan tidak bisa dipenuhi.
Untuk itu, melihat kondisi kekinian, serta jangka menengah dan jangka panjang, Pemerintah Indonesia mesti mencari dan mengupayakan bahan baku lokal, agar mendorong industri tidak mengimpor dan menggunakan bahan baku itu di negeri sendiri.
“Memang dari China keperluan atau kebutuhan bahan baku kita untuk industri, sekitar 30 persen,” beber politikus asal Partai Golkar ini.
Pertanyaannya adalah, lanjut dia, dalam kondisi menghadapi virus corona ini apakah industri mereka masih berproduksi dengan normal. Artinya, hilirisasi masih terjaga dan normal ketika diserang virus corona.
“Tapi kalau hilirisasi mereka turun, tentu kebutuhan bahan baku kita akan ikut berdampak,” ucapnya menjelaskan. (net)