“Kita perlu industri manufaktur agar ekonomi dapat mendekati potensinya,” kata Josua dalam pelatihan wartawan di Bandung, Sabtu (29/2).
Josua mengatakan industri baru yang berpeluang muncul adalah sektor manufaktur yang dapat menyediakan pengolahan bahan mentah ke barang jadi yang selama ini masih impor.
“Kita bahan baku dasar ada, tapi bahan mentah ke bahan jadi itu prosesnya missing, ini bisa dijawab dengan manufaktur,” katanya.
“PMA dan PMDN seharusnya diarahkan ke sektor manufaktur atau sekunder. Selama ini kita liat trennya dalam tiga-lima tahun, PMA dan PMDN ke sektor yang tersier (jasa), artinya tidak ada investasi,” katanya.
Ia juga mengharapkan adanya Omnibus Law bisa menjawab persoalan kemudahan berusaha yang masih berbelit dan membuat pelaku usaha ragu untuk berbisnis.
Selain itu, regulasi itu juga dapat membantu peningkatan kualitas sumber daya manusia dan memperbaiki sistem insentif bagi tenaga kerja.
Dengan berbagai pembenahan tersebut, ia menyakini industri pengolahan dapat tumbuh diatas lima persen dan membantu penguatan kinerja perekonomian.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perlambatan industri pengolahan sepanjang 2019 telah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi 2019 sebesar 5,02 persen.
Pertumbuhan industri pada 2019 sebesar 3,8 persen turun dibandingkan periode sama 2018 sebesar 4,27 persen karena terpengaruh oleh pengurangan impor bahan baku, terutama barang modal jenis mesin.
Peran industri pengolahan sangat besar kepada perekonomian karena merupakan penyumbang terbesar struktur Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu mencapai 19,7 persen pada 2019. (net)