“Walaupun ada pabrikan otomotif yang terganggu produksinya akibat COVID-19, kami memastikan ketersediaan produk dan suku cadang kendaraan bermotor, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor,” kata Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Pertahanan (IMATAP) Kemenperin Putu Juli Ardika lewat keterangannya di Jakarta, Rabu (8/4).
Secara rinci stimulus fiskal itu berupa insentif/relaksasi PPh Pasal 21, 22, 25 selama enam bulan, insentif/restitusi PPN dipercepat selama enam bulan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 23/2020, dan juga memberikan pengurangan bea masuk impor.
Bahkan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwqang telah mengirim surat kepada kepada Menteri Keuangan mengenai usulan Pos Tarif terkait stimulus jilid II untuk pembebasan bea masuk impor dalam rangka penanganan dampak COVID-19.
“Stimulus nonfiskal diberikan dalam skema penyederhanaan atau pengurangan lartas ekspor dan impor untuk bahan baku, percepatan proses ekspor-impor untuk reputable trader, serta penyederhanaan proses ekspor impor melalui NLE (National Logistic Ecosystem),” paparnya.
Selain itu, Putu menjelaskan, Kemenperin juga aktif melakukan koordinasi dengan industri otomotif untuk menjaring masukan sebagai dasar untuk stimulus lain yang dapat diberikan selanjutnya, sehingga dapat mengurangi beban industri otomotif ketika menghadapi masa pandemi COVID-19.
“Usulan Paket Stimulus Ekonomi untuk sektor industri termasuk industri otomotif telah masuk ke dalam paket stimulus tahap I dan tahap II, dan saat ini sedang dibahas kembali kemungkinan memberikan stimulus baru,” imbuhnya.
Lebih lanjut, terkait dengan stimulus tahap II, Menperin telah mengusulkan pemberian pembebasan bea masuk impor terhadap industri otomotif. Berdasarkan surat Menperin ini, diusulkan 593 pos tarif untuk diberikan pembebasan impor yang terbagi dalam 27 Kelompok sektor.
Adapun untuk sektor industri kendaraan bermotor, trailer dan semitrailer, diusulkan sebanyak 45 Pos Tarif dengan prognosa impor April sampai dengan September 2020 sebesar 632,17 ribu dolar AS dan potential lost negara sebesar Rp924 miliar. (net)