BANDUNG, bipol.co — Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil atau Kang Emil, meminta kepada kepolisian agar memperketat penjagaan di perbatasan, khusus “jalan tikus” untuk wilayah yang menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) seperti Bandung Raya.
“Saya dan lima kepala daerah PSBB Bandung Raya, yakni Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang, beberapa hari lalu telah sepakat bahwa warga tidak diperbolehkan keluar dari daerahnya, sehingga saya meminta kepolisian untuk lima pintu masuk di wilayah perbatasan, termasuk jalan-jalan tikus,” kata Kang Emil dalam siaran persnya, diterima di Bandung, Senin.
Orang nomor satu di Provinsi Jabar ini juga mengajak pihak lainnya untuk bersama-sama menjaga perbatasan di wilayah yang menerapakan PSBB agar pelaksanaan PSBB berjalan optimal.
“Jadi mulai sekarang kita perketat penjagaan di perbatasan, tidak boleh ada warga yang masuk maupun keluar dari wilayahnya, kecuali dengan alasan yang jelas,” ujar Kang Emil, sebagaimana dikutip dari Antara.
Ia mengatakan indikator keberhasilan PSBB lainnya adalah ditemukannya peta persebaran Covid-19 melalui tes masif dengan metode Rapid Diagnostic Test (RDT) maupun Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Oleh karena itu, diharapkan saat PSBB Bandung Raya berakhir pada 5 Mei mendatang, bisa terjadi perlambatan penambahan kasus Covid-19.
“Kalau penambahan memang masih diprediksi naik, tapi jumlah penambahannya berkurang tidak seperti sebelum diberlakukan PSBB. Misalnya, yang biasanya sehari ada 12 kasus positif menjadi 5 (kasus), ini juga salah satu ukuran keberhasilan PSBB,” ujar Kang Emil.
“Kami harap Bandung Raya menjadi percontohan PSBB terbaik di Indonesia,” tutur Kang Emil.
Pihaknya juga menuturkan tentang rencana pengajuan PSBB Provinsi alias PSBB nonmetropolitan selain PSBB metropolitan, yakni Bogor-Depok-Bekasi (Bodebek) dan Bandung Raya.
Menurut Kang Emil, PSBB provinsi ini bertujuan untuk menyekat proses administrasi yang panjang, sehingga bisa menampung daerah-daerah nonmetropolitan dalam satu payung hukum, yaitu provinsi.
“Proses PSBB ini ada administrasi yang panjang, sehingga kita bersepakat membuat satu payung hukum besar untuk menampung daerah yang nonmetropolitan. Jadi yang metropolitan lanjut terus PSBB-nya, karena perilakunya berbeda dengan nonmetropolitan, (yang non metropolitan) maka nanti (hukum) kita payungi di PSBB Provinsi,” tutur Kang Emil.
Dirinya menambahkan, apabila pemerintah pusat menyetujui usulan ini, maka status PSBB Provinsi ini bisa dipakai oleh daerah secara parsial maupun maksimal.
“Jadi nanti, misalkan, status PSBB ini dipakai (Kabupaten) Pangandaran secara maksimal atau parsial, bahkan tidak dipakai karena nihil kasus, itu tidak masalah,” jelas Kang Emil.*
Editor: Hariyawan