JAKARTA.bipol.co – Kementerian Keuangan tengah menyiapkan peraturan yang di dalamnya terdapat skema relaksasi pembayaran kredit bagi perusahaan otobus (PO) yang saat ini terancam tumbang dampak COVID-19.

“Stimulus kedua paket untuk 11 sub sektor manufaktur minggu depan ini terbit Peraturan Menteri yang baru, 18 sektor itu akan diberi insentif yang berupa pasal 21 ditanggung pemerintah pasal 22 dan 25 transportasi masuk disini dan ini akan menjangkau sektor yang paling terdampak,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo dalam diskusi virtual yang bertajuk “Menyelamatkan Layanan Transportasi Umum dari Dampak Covid-19” di Jakarta, Minggu (26/4).

Yustinus menyebutkan skema pertama, cost sharing yakni penundaan angsuran pokok bagi para debitur menengah di mana pemerintah tidak akan menanggung seluruhnya, tapi dibagi dengan perbankan atau lembaga pembiayaan non-perbankan.

“Bagaimana terutama bagi para debitur yang sifatnya menengah, pembiayaan akan dicakup di sini berupa penundaan angsuran pokok dan juga bantuan besarannya berapa nanti akan tergantung skema dengan perbankan masing-masing atau lembaga pembiayaan masing-masing karena skemanya bukan pemerintah menanggung semuanya karena skemanya cost sharing,” katanya.

Skema kedua, yakni dukungan untuk pembiayaan bank dan nonbank memberikan kredit.

“Mereka akan mendukung itu bagaimana skemanya nanti akan dibuat bersama OJK dan Bank Indonesia tapi kita pastikan baik yang segmen kecil menengah maupun besar itu bisa mendapatkan bantuan sehingga bank pembiayaan itu berani untuk memberikan pinjaman dalam skema yang lunak tidak memberatkan yang penting ini bisa bertahan. Sekarang ini kita hanya berpikir untuk bertahan hidup tidak muluk-muluk,” katanya.

Dalam hal ini, kata Yustinus, pemerintah mendukung Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) supaya menjamin lebih besar lagi dan mendukung seperti Askrindo dan Jamkrindo, sehingga bank berani melakukan restrukturisasi.

“Ini yang sekarang sedang dikerjakan. Betul bapak-ibu mungkin kita hanya bisa bertahan hanya 1 hingga 2 bulan lagi kami juga memikirkan ini secara paralel,” katanya.

Pernyataan tersebut menanggapi sejumlah PO yang menghadapi tekanan karena COVID-19 di mana sudah tidak beroperasi, namun masih memiliki kewajiban pembayaran angsuran kredit di bank.

Ketua Persatuan Angkutan Pariwisata Bali Nyoman Sudiarta mengaku pihaknya sudah merumahkan sopir dan karyawan karena sejak Februari 2020 sudah tidak ada lagi wisatawan.

Nyoman menyebutkan total armada pariwisata di Bali sebanyak 1,200 unit dengan 2.000 kru dan 300-500 pegawai.

“Semenjak wabah COVID-19 ini sebenarnya okupansinya sudah menurun 80 persen. Kemudian ada PM 25 ini sudah tidak ada tamu lagi, kami tidak ada operasi karyawan dirumahkan, sopir pulang kampung semua,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Direktur PO NPM Angga Vircansa Chairul yang mengatakan penghentian operasional bus karena COVID-19 ini berdampak langsung pada 200 kepala keluarga.

“Kami memiliki 133 pengemudi, kru sebanyak 70 orang, artinya ada 200 lebih kepala keluarga yang terdampak langsung,” katanya.

Angga juga mengeluhkan BLT dari Kepolisian di mana belum adanya pencairan dan kuota terbatas.    (net)