BANDUNG, bipol.co — Mobilitas masyarakat, yang berpergian ke luar kota maupun daerah, meningkat jelang hari raya Idulfitri. Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) pun mengambil langkah tegas dan cepat dengan mengetatkan pengawasan di titik-titik penyekatan.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jabar, Hery Antasari, menyatakan peningkatan pergerakan masyarakat terlihat di jalur-jalur non arteri. Maka itu, Dishub Jabar akan mengintensifikasi pengawasan sebagai realisasi larangan mudik di Jabar.
“Pengawasan menjelang Idulfitri, kami melakukan intensifikasi dan kesiapan ulang, khususnya terkait dengan wacana penambahan titik-titik penyekatan tambahan untuk mengantisipasi arus mudik, dan terutama arus balik,” kata Hery, Rabu..
Peningkatan pergerakan masyarakat antara lain terlihat di Gerbang Pasteur. Pada Minggu (17/5/2020) ada sekitar 8.809 kendaraan yang melintas. Jumlah itu meningkat dua kali lipat pada Senin (16.328 kendaraan), Selasa (16.088 kendaraan), dan Rabu (18.273 kendaraan).
Hery pun mengimbau kepada masyarakat Jabar untuk tidak melakukan perjalanan, baik ke luar kota maupun daerah, sebagai upaya membatasi ruang gerak SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.
“Tidak melakukan perjalanan antar kota dalam rangka lebaran. Tidak diperkenankan melakukan perjalanan. Warga Jabar tetap di rumah, dan melakukan silahturahmi jarak jauh,” ucapnya.
Ketua Divisi Pengamanan dan Penanganan Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar, Dedi Supandi, menyebut Jabar sebagai jalur lintasan. Maka itu, Jabar harus mempersiapkan pengamanan secara komprehensif, termasuk bagaimana mengatasi pemudik yang tertahan di Jabar.
“Pada saat terjadi arus mudik misalnya dari Jakarta menuju Jawa Tengah dan Yogyakarta, pasti kan lewat Jabar, termasuk arus balik dari kampung halaman menuju Jakarta. Yang kita harus antisipasi bagaimana pemudik yang tertahan di Jabar, seperti apa pengamanan untuk mereka,” kata Dedi, seperti dirilis jabarprov.go.id.
“Apakah mereka pada saat balik lagi harus dilakukan isolasi atau dilakukan tes kembali? Apa harus disterilisasi kawasannya? Yang jelas, kira-kira dibutuhkan tempat-tempat isolasi jika itu terjadi di lima titik. Tiga titik di jalur Pantura dan dua titik di jalur selatan,” imbuhnya.
Selain mengetatkan jalur-jalur provinsi, intensifikasi pengawasan dilakukan di desa-desa. Pengoptimalan perangkat desa dengan membentuk Satgas Desa Tanggap Covid-19 dilakukan, agar semua aparatur desa bahu-membahu mencegah Covid-19.
Dedi yang juga Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPM-Desa) Jabar, mengatakan Satgas Desa Tanggap Covid-19 memiliki tiga tugas utama. Selain mencegah penyebaran Covid-19, desa-desa di Jabar memperketat pengawasan mobilitas warga yang masuk daerahnya.
“Kami mendata penduduk yang rentan sakit, penduduk yang datang, penduduk yang pulang mudik dari provinsi lain atau bahkan luar negeri, untuk mendeteksi penyebaran dengan memantau pergerakan masyarakat,” ucap Dedi.
Selain pendataan, Satgas Desa Tanggap Covid-19 bertugas mengidentifikasi fasilitas-fasilitas desa untuk dijadikan ruang isolasi. Kemudian, masih dalam aspek pencegahan, Satgas Desa Tanggap Covid-19 rutin mengedukasi masyarakat, salah satunya dengan pemasangan spanduk yang berisi informasi krusial.
“Tentang rumah sakit rujukan, nomor telepon, dan lain sebagainya. Pemantuan terhadap Orang Dalam Pemantauan (ODP) dilakukan, meminta kepada pemudik untuk isolasi diri selama 14 hari, dan memastikan tidak ada kegiatan yang bersifat massal atau ada kerumunan,” kata Dedi.
Satgas Desa Tanggap Covid-19 diketuai oleh kepala desa dan terdiri dari banyak unsur. Mulai dari bidan desa, ketua Rukun Tangga (RT), ketua Rukun Warga (RW), pendamping keluarga harapan, PKK, Karang Taruna, Puskesmas, sampai unsur mitra seperti Babinsa, Babinkamtibmas, dan Patriot Desa.
Keterlibatan banyak pihak dalam Satgas Desa Tanggap Covid-19 bertujuan agar penanganan dan pencegahan COVID-19 berjalan cepat, tepat, dan menyeluruh.*
Editor: Hariyawan